YOGYA, KRJOGJA.com - Bilal (84) seorang pengemudi becak warga Magangan Kulon Kraton Yogyakarta meninggal dunia di RSUD Wirosaban setelah terpapar Covid-19. Nahasnya, jenazah almarhum tertahan di rumah sakit tak kunjung bisa dimakamkan karena keluarga tidak memiliki biaya untuk ‘bedah bumi’.
Retno, salah satu keluarga mengungkap almarhum Bilal meninggal dunia Senin (19/7/2021) petang, dengan hasil tes positif Covid-19. Namun, keluarga saat itu memang tak punya uang untuk pembiayaan pemakaman, bahkan sang anak pun mengaku siap dipenjara karena memang tak bisa menebus jenazah ayahnya untuk dikebumikan.
“Situasinya kemarin itu keluarga benar-benar tak punya uang bahkan anaknya bilang tidak apa-apa, mau dipenjara karena tak punya uang. Keluarga sudah berupaya menghubungi Pak Lurah, Dinas Sosial juga. Ada polisi sempat datang ke rumah dan membawa menantunya Pak Bilal itu Selasa (20/7/2021) siang. Intinya diminta membayar administrasi oleh salah satu polisi (administrasi tersebut untuk "Bedah Bumi"-pen), padahal keluarga sudah pasrah rumah sakit mau memakamkan di mana karena tidak punya uang sama sekali,†ungkap Retno, Kamis (22/7/2021).
Retno mengaku sempat emosi karena baik pihak kalurahan maupun instansi terkait lainnya tidak membantu warga masyarakat yang miskin. Dinsos tak bisa mengambil tindakan memakamkan karena menilai almarhum Bilal bukan orang terlantar dibuktikan dengan kepemilikan KTP dan Kartu Keluarga.
“Dari Dinsos dan Kalurahan tak ada solusi karena Pak Bilal punya C1 dan KTP jadi tak masuk kategori terlantar, dan katanya orang miskin tak punya ya tidak bisa ditanggung. Padahal, almarhum Pak Bilal itu ya g tidak punya, tinggalnya saja di becak, tidak punya beneran,†sambung dia.
Retno akhirnya mencari kontak anggota DPRD Kota Yogyakarta yang akhirnya menjadi titik temu jalan keluar atas situasi yang dialami keluarganya. Pasalnya, pada awalnya lurah setempat sudah angkat tangan karena menilai persoalan masuk dalam ranah keluarga yang harus diselesaikan pribadi.
“Saya awalnya diberi nomor Pak Eko (Suwanto) Ketua DPC PDI Perjuangan Kota dan diarahkan ke Pak Endro (Sulaksono). Nah setelah tahu dewan yang advokasi baru mulai Pak Lurah bergerak menanyakan. Padahal sejak siang kemarin bilang ndak bisa bantu lagi karena urusan keluarga dan ahli waris,†sambungnya lagi.
Endro Sulaksono, ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa ada warga kota yang datang ke DPC PDI Perjuangan untuk diadvokasi pada Rabu (21/7/2021) kemarin. Warga itu mengalami masalah karena saudaranya meninggal dunia positif Covid di RSUD Wirosaban.
“Kita saat itu cepat gerak, siapkan relawan dan tim kubur cepat. Ternyata meninggalnya sejak Senin siang, padahal itu kami dapat laporan sudah Rabu malam, lha kok belum dimakamkan. Ini preseden buruk, dari hari Senin di rumah sakit sampai Rabu malam tak dimakamkan,†ungkap Endro.
Anehnya lagi, Endro menilai dalam hal ini negara tidak hadir membantu permasalahan warga karena pihak Kalurahan dan Kecamatan seolah lepas tangan tak bersedia mencari solusi terbaik atas permasalahan.
“Baru setelah tahu kami yang mengadvokasi, dengan cepat dibantu, padahal ini warga miskin yang membutuhkan bantuan, negara harus hadir,†tegas legislator PDI Perjuangan ini.
Warga tersebut menurut Endro tak bisa membayar biaya bedah bumi yang nilainya Rp 5 juta. Padahal, keluarga benar-benar tak mampu dan sudah memasrahkan pada pihak terkait untuk memakamkan almarhum di manapun sesuai aturan yang berlaku.
“Kami hubungi dinas sosial dan BPBD Kota Yogyakarta malam itu. Anggaran bedah bumi untuk Covid itu Rp 5 juta dan semalam dibayar oleh Pak Lurah meski kami dari partai dan fraksi sudah siap membantu patungan. Ini benar warga miskin yang harus dibantu,†tandas Endro.