Komunitas Ancuku, Saudara Tak Harus Sedarah

Photo Author
- Jumat, 23 Oktober 2020 | 20:16 WIB
Haka Astana beserta istri memberikan bingkisan sederhana kepada salah satu anggota yang kebetulan ualangtahunnya bareng HUT ke-10 Komunitas Ancuku. (Foto : Haryadi)
Haka Astana beserta istri memberikan bingkisan sederhana kepada salah satu anggota yang kebetulan ualangtahunnya bareng HUT ke-10 Komunitas Ancuku. (Foto : Haryadi)

NAMA Ancuku, senantiasa identik dengan klub bulutangkis yakni Persatuan Bulutangkis (PB) Ancuku. Padahal, Ancuku tak hanya bulutangkis, melainkan ada aktivitas lain, semisal sosial dan budaya. Komunitas yang didirikan oleh Irjen Pol (Purn) Drs Haka Astana Mantika Widya SH dan berpusat di Jalan Tino Sidin Kadipiro Ngestiharjo Kasihan Bantul, membuka ruang dan kesempatan kepada siapapun bergabung, mengembangkan kreativitasnya.

Berdiri pada 10 Oktober 2010, Komunitas Ancuku diresmikan Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Atang Heradi. Bukan tanpa alasan jika peresmian dilakukan oleh pejabat kepolisian, lantaran banyak purnawirawan dan polisi aktif yang bergabung di Komunitas Ancuku. "Saya titip anggota yang bergabung di sini," demikian Kombes Pol Atang Heradi berucap kepada Haka Astana ketika meresmikan Komunitas Ancuku.

Hingga saat ini, tak kurang 60 orang yang bergabung di Komunitas Ancuku. Bagi anggota yang memiliki kegemaran di olahraga bulutangkis, mereka memiliki wadah PB Ancuku. Sedangkan yang memiliki perhatian khusus terhadap seni dan budaya, wadahnya Paguyuban Seni-Budaya Ancuku. Perihal itu, bisa dimaklumi karena Haka Astana yang pernah menjadi Kapolda DIY memiliki hobi bermain bulutangkis. Selain itu, sebagai salah satu kerabat Kraton Yogyakarta, Haka Astana juga memiliki kepedulian dalam melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya tradisional.

Haka Astana berkeinginan tetap bisa memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Baginya, setelah pensiun seseorang masih bisa mengabdi pada masyarakat. Mengenai hal itu, Haka Astana membuktikan dengan membangun gedung olahraga yang cukup representatif untuk bermain bulutangkis. Tak hanya itu, Haka Astana juga menyatukan orang-orang yang memiliki kepedulian tentang kesenian dan kebudayaan tanah air. Salah satunya, dengan menyelenggarakan wisata religi di tempat bersejarah, semisal mengunjungi petilasan para wali, candi-candi peninggalan kerajaan Hindu maupun Budha, serta peninggalan Kerajaan Mataram Islam.

Haka Astana cukup piawai dalam menggabungkan kegiatan olahraga dengan seni budaya. Sebagai misal, ketika PB Ancuku melakukan lawatan ke Polres Jepara, tak hanya sekadar kegiatan bulutangkis yang dilakukan, melainkan juga melakukan napak tilas tempat-tempat peninggalan Ratu Kalinyamat. Selain itu, rombongan Komunitas Ancuku juga 'dibawa' ke Masjid Demak dan Makam Sunan Kalijaga. "Kita tidak boleh melupakan sejarah, karena manusia hadir di bumi tempat berpijak tentu tidak lepas dari sejarah," ujar Haka Astana.

Haka Astana mengemukakan, keberadaan Kraton Yogyakarta tidak lepas dari mata rantai Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, dan Kerajaan Mataram (Islam). Proses pergantian raja dari Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, dan Kerajaan Mataram tidak terjadi secara terpisah, melainkan memiliki keterkaitan. Menurut Haka Astana, sejarah seperti itulah yang mampu merekatkan satu daerah dengan daerah lainnya. Pasalnya, saudara tidak harus sedarah tetapi bisa lantaran sejarah.

Sebagai contoh kecil, sampai saat ini suasana kebatinan masyarakat Demak, Jepara, Blora, Yogya (Kraton Yogyakarta dan Pakualaman) hingga Surakarta (Kasunanan Solo dan Mangkunegaran) terasa dekat dan bersaudara salah satunya tidak lepas dari sejarah keberadaan Kraton Demak, Pajang, dan Mataram. "Generasi muda harus mengerti dan memahami sekelumit lintasan sejarah itu agar muncul rasa persaudaraan dan nasionalisme," ungkap Haka Astana.

Mengenai jargon 'Saudara Tak Harus Sedarah' menurut Haka Astana, hal itu juga dipakai di Komunitas Ancuku. Ditandaskan, nama Ancuku merupakan akronim 'Anak-anak dan Cucu-cucuku'. Pertama, memang dimaksudkan untuk mengumpulkan anak-anak dan cucu-curu keluarga besar Haka Astana. Kedua, semua anggota yang tergabung di Komunitas Ancuku dianggap dan diperlakukan juga sebagai anak-anak dan cucu-cucu keluarga besar Haka Astana. Hal yang patut diberi apresiasi positif dari 'langkah' Haka Astana adalah tidak ada istilah 'kasta' di Komunitas Ancuku, peran dan kedudukan masing-masing anggota duduk sama rendah berdiri sama tinggi secara proporsional.

Di Komunitas Ancuku, anggota sangat beragam mulai dari anggota polisi aktif, pensiunan polisi, karyawan swasta, pedagang bakso, seniman, wartawan, bahkan tukang becak. Setidaknya hal tersebut menandakan Haka Astana bukanlah tipe sapa aku sapa sira. Meski merupakan kerabat Kraton Yogyakarta dan mantan pejabat tinggi di Polri, Haka Astana tetap berkarakter sebagai bapak yang mengayomi semua anak-anaknya. Tidak ada istilah seorang Haka Astana memerintah kepada anggota Komunitas Ancuku, Istilah yang selalu dimunculkan adalah nyuwun tulung atau minta tolong.

Dengan cara itu, Haka Astana memandang hubungan bisa semakin familier, tidak terkesan kaku. Meski demikian, Haka Astana berharap semua yang berada dalam wadah Komunitas Ancuku, bisa membawa diri dan menempatkan diri. Masalah etika dan sopan santun harus tetap diperhatikan, agar pola hubungan kekerabatan terjaga. "Wayahe guyon yo guyon, ning wayahe kudu jaga unggah-ungguh yo tetep kudu digatekke," demikian ungkap Haka Astana, pada saat peringatan HUT ke-10 Komunitas Ancuku, Sabtu (10/10/2020).

Terkait keberadaan Komunitas Ancuku, Haka Astana menjelaskan saat ini sudah berusia 10 tahun. Ulang tahun ke-10 Ancuku berlangsung Sabtu (10/10/2020), sebuah angka yang terbilang istimewa. Pada saat perayaan Ultah ke-10 Komunitas Ancuku, saat itu juga lahir cucu ke-10 keluarga besar Haka Astana. Dari pernikahannya dengan N Sulistriawanti, Haka Astana memiliki empat anak, masing-masing Willy Aswantoso Widya SP MSi/Septiani Putri Permatasari AMd, Salirinda Bharadyatama Widya SS/Shela Carolina, Kemala Bharitima Astanti Widya AMd/AKBP Didit Bambang WS SH SIK MH, dan Gitalansa Martantina Widya SPSi SH/AKP Andi Pradana SIK SH.

Mengawali karir di kepolisian sejak tahun 1982, Haka Astana memasuki masa purna tugas tahun 2015. Jabatan terakhir di kedinasan sebagai Staf Ahli Manajemen Kapolri. Khusus untuk masa dinas di 'kampung halaman', Haka Astana pernah menjadi Waka Polresta Yogyakarta (1995), Kaden Provos Bid Propam Polda DIY (1998), Pamen Polda DIY (1999), Kapoltabes Yogyakarta (2006) dan Kapolda DIY (2013).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X