Tsunami 20 Meter dan Mitos Ratu Kidul

Photo Author
- Kamis, 1 Oktober 2020 | 12:25 WIB

MASYARAKAT kembali heboh seiring keluarnya hasil riset para peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait adanya potensi tsunami 20 meter di selatan Jawa. Hasil riset yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report pada (17/09/2020), tersebut sangat mengkhawatirkan jika benar-benar terjadi nantinya.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga telah mengeluarkan pernyataan agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing isu yang beredar. Namun begitu, zona megathrust selatan Jawa memiliki potensi gempa dengan magnitudo maksimum M 8,8 yang perlu diwaspadai dengan upaya mitigasi.

“Barat Sumatera, Selatan Jawa sampai Bali adalah zona subduksi pertemuan lempeng benua Asia dan Australia. Ini menjadikan Indonesia mempunyai potensi bencana dari letusan gunung, berapi, gempa sampai tsunami selain memberikan kesuburan luar biasa bagi tanah Indonesia,” ujar Deputi Bidnag Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI, Zainal Arifin di Jakarta beberapa waktu lalu sebagaiama dilansir situs lipi.go.id.

Zainal menjelaskan, masyarakat sebetulnya mempunyai pengetahuan berbasis kearifan lokal dalam bentuk mitos dan dongeng untuk menyikapi terjadinya bencana. “Mitos dan dongeng sebetulnya adalah bentuk keingintahuan masyarakat pada masa lalu terhadap persitiwa alam,” ujarnya.

Ia menuturkan, penemuan fakta sains memang dapat berkembang dari mitos. “Kadang sains dapat berkembang dari mitos. Seperti cerita adanya kota yang hilang di sekitar selatan Sumatra, Riau. Cerita inilah yang ditelusur menggunakan pendekatan ilmiah,” tutur Zainal.

Salah satunya adalah pengungkapan sejarah tsunami di pantai Selatan Jawa lewat mitos Ratu Kidul seperti satu yang dilakukan oleh Eko Yulianto, peneliti paleotsunami Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Selain melalui penggalian deposit tsunami, Eko melacak keberadaan tsunami pada masa lalu melalui kisah-kisah dongeng dan mitos. Metode ini dikenal sebagai geomitologi dengan keyakinan bahwa mitos-mitos kerap menyimpan informasi tentang suatu peristiwa pada masa lalu.

“Prinsip yang digunakan adalah bumi mempunyai siklus untuk peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya apakah itu letusan gunung, tsunami, banjir, gempa, dan sebagainya. Kejadian alam dan mitos ini kemudian dapat disatukan dalam ilmu geomitologi,” kata Eko.

Eko mengatakan, metode penelitian geomitologi meyakini bahwa mitos-mitos kerap menyimpan informasi tentang suatu peristiwa di masa lalu. “Seperti contohnya adalah mitos tentang Ratu Kidul yang diduga adalah metafora bahwa pernah terjadi gelombang besar di pesisir Selatan Jawa.”katanya.

Ia menyatakan, geomitologi bukan sekadar cocokologi seperti yang sering ditemui saat ini. “Geomitologi tidak hanya berhenti pada mitos-mitos dan spekulasi. Mitos dan spekuluasi tersebut terus diverifikasi dan dibuktikan secara ilmiah. Sementara cocoklogi hanya berhenti pada spekulasi tanpa dibuktikan lebih lanjut,” paparnya.

Eko mengawali peneltiannya ini karena menemukan adanya lapisan pasir di daerah Pangandaran yang mengindikasikan pernah terjadi tsunami purbakala yang sekitar 400 tahun lalu. Ia pun melanjutkan penelitiannya di pesisir Jawa lain dan menemukan rekam jejak yang sama di sekitaran era yang sama.

“Dari sini saya bertanya-tanya, ada peristiwa apa di tanah Jawa pada 400 tahun yang lalu. Ternyata sesuai penjelasan di Babad Tanah Jawi saat itu kerajaan Mataram dibangun Islam dan Panembahan Senopati menjadi raja pertamanya,” ungkap Eko.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X