BPBD DIY: Kekeringan Meluas, Waspadai Kebakaran!

Photo Author
- Rabu, 2 September 2020 | 22:45 WIB
Foto: Dok
Foto: Dok

YOGYA, KRJOGJA.com - Kemarau tidak hanya membuat sejumlah lahan pertanian mengalami kekeringan, juga dapat menimbulkan ancaman baru berupa kebakaran. Karena itu, perilaku warga harus dijaga agar tidak sembarangan menyalakan api.

Peringatan tersebut disampaikan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Drs Biwara Yuswantana MSi dalam bincang Editorial KR Seri ke-5, Rabu (2/9). Bincang-bincang ini ditayangkan di channel Youtube Kedaulatan Rakyat TV. Selain itu juga dapat disimak lebih jauh di www.krjogja.com.

"Kami juga berharap masyarakat cermat terhadap segala aktivitas yang berpotensi menimbulkan kebakaran semisal membakar sampah, membuang puntung rokok sembarangan dan lain-lain," pungkas Biwara.

Dalam kesempatan itu, Biwara juga mengingatkan untuk hemat dalam penggunaan air. Meningat di saat ini ketersediaan air sudah kian terbatas.

"Kami menghimbau agar masyarakat hemat air dan jika benar-benar kurang bisa melaporkan kepada pemerintah setempat. Ada inventarisasi daerah yang kesulitan air untuk memenuhi protokol kesehatan cuci tangan sehingga berpotensi dalam penyebaran Covid-19, kami siap back up dengan hand sanitizer," ujar Biwara.

Dijelaskan, saat ini sebanyak 42 kecamatan/kapanewon, 140 desa/kalurahan, 374 dusun dengan jumlah sekitar 65.142 Kepala Keluarga (KK) di empat kabupaten se-DIY dipetakan berpotensi rawan kekeringan. Permasalahan kekeringan tersebut mempunyai berbagai dampak baik bagi masyarakat, lahan pertanian/peternakan hingga potensi munculnya kebakaran. Untuk itu, Pemda DIY menyiapkan berbagai upaya guna mengantisipasinya agar tidak semakin meluas antara lain melalui droping air bersih, pembuatan sumur bor, memperluas jaringan PDAM, mengeksplorasi sumber air di goa-goa hingga menyadarkan perilaku masyarakat agar cermat terhadap segala aktivitas yang berpotensi menimbulkan kebakaran.

Biwara mengatakan terkait permasalahan kekeringan perlu disamakan persepsinya terlebih dahulu perbandinganya, bisa dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu, atau bulan sebelumnya di tahun yang sama. Daerah rawan kekeringan di DIY sudah di petakan, di mana kekeringan memang sedikit demi sedikit akan semakin meluas. Karena pada awalnya ada daerah yang akses airnya masih bisa lalu semakin lama mengalami kekeringan. Terlebih di daerah-daerah yang memang mengandalkan air pada hujan maka di awal musim kemarau harus berjuang lebih jauh untuk mendapatkan air bersih.

"Semakin panjang hari tanpa hujan, maka beberapa daerah-daerah berpotensi terjadi kekeringan. Kita baik dengan BPBD kabupaten/kota maupun Dinas Sosial (Dinsos) DIY selalu merencanakan penanganan kekeringan berdasarkan kebutuhan tahun sebelumnya seperti jumlah kecamatan yang mengalami kekeringan dan lain-lain," ujar Biwara.

Biwara menyampaikan daerah yang berpotensi rawan kekeringan di DIY ini paling banyak ada di Gunungkidul, Bantul, Kulonprogo dan Sleman karena semakin banyak hari tanpa hujan. Untuk itu, berbagai upaya mengurangi titik-titik yang kekurangan air telah dilakukan masyarakat, APBD maupun APBN diantaranya membangun sumur bor dan mengembangkan kelembagaan di area rawan kekeringan tersebut. BPBD DIY telah memetakan upaya yang harus dilakukan bersinergi dengan Bappeda dan Dinas PUP ESDM DIY seperti membangun sumur bor di 10 titik lokasi pada 2019, 14 titik lokasi pada 2020 dan 15 titik lokasi pada 2021. Pembangunan sumur bor di beberapa titik ini sebagai upaya untuk mengurangi titik-titik yang kekurangan air

Sebelumnya, BMKG memprediksi puncak musim kemarau terjadi pada Agustus 2020, kemudian tidak ada El Nino sehingga kemaraunya tidak panjang dan cenderung kemarau basah sehingga di daerah-daerah tertentu di DIY masih terjadi hujan. Dengan prediksi tersebut, pihaknya mengharapkan kebutuhan air maupun droping air bersih tahun ini tidak sebesar tahun lalu." Droping air bersih sudah dilakukan Gunungkidul mulai akhir Agustus 2020 lalu, sudah didistribusikan 5 tangki air bersih dan mereka telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 740 juta. Ada 11 kecamatan di sana yang sudah mengajukan droping air bersih, namun tidak semua desa di kecamatan tersebut mengajukan," tutur Biwara.

Problematika kekeringan di DIY rutin dialami setiap tahunnya dan menjadi urusan bersama, maka pihaknya telah menyiapkan berbagai antisipasi penanganan lintas sektor agar kekeringan tidak semakin meluas seperti membangun sumur bor maupun memperluas jaringan PDAM. Bahkan banyak relawan masyarakat mencari sumber air di goa-goa yang ternyata bisa dieksplorasi sebagai sumber air bagi masyarakat sekitarnya. " Leading sector untuk menghadapi bencana kekeringan ini sebenarnya ada di kabupaten/kota, kami di provinsi hanya pendung," kata Biwara.

Terkait dampak kemarau pada lahan pertanian di DIY, Biwara mengaku telah mengupayakan pemberdayaan sumber air terdekat dengan lahan pertanian seperti sumur maupun mengalirkan dari sungai. Kecuali apabila lahan tersebut merupakan tadah hujan maka perlu dicermati sumber kebutuhan air bagi pertanian, khususnya di Gunungkidul. Dalam hal ini, pihaknya pun telah memastikan alokasi anggaran distribusi air bersih cukup baik dari APBD maupun APBN. Apabila anggaran tersebut tidak bisa mengcover itu semua, maka akan dibuka donasi dari masyarakat yang semangat gotong royongnya masih sangat tinggi di DIY. " Kebutuhan droping air bersih masih bisa dicover dengan anggaran di kabupaten sejauh ini, kita akan lihat akselerasi perkembangannya. Jika tidak bisa di cover, bisa buka donasi atau mengakses Belanja Tidak Terduga (BTT) dengan status tanggap darurat bencana tentunya," tandasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X