YOGYA,KRJOGJA.com - Pemungutan liar (pungli) khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta masih marak dipraktekan oleh para oknum penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah karena banyaknya ijazah para siswa yang ditahan di sekolah.
"Banyak orang tua atau wali murid yang merasa keberatan dan merasa tidak adil biaya pungutan yang dilakukan sekolah-sekolah karena penggunaanya terkesan mengada-ngada. Misalnya pengambilan Ijazah," kata Sekertaris Sarang Lidi Yogyakarta Yuliani Putri Sunardi pada saat jumpa pers di kantor LBH Yogyakarta, Senin ( 24/06/19).
Dia menjelaskan pada Pasal 34 ayat (2) Undang-undang Nomer 20 tahun 2003 ditegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya pendidikan dasar tanpa dipungut biaya dan telah dianggarkan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN), dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ( APBD).
Kendati demikian, kata Yuliani hingga hari ini biaya yang telah dianggarkan oleh pemerintah tersebut masih ditambah biaya lain yang dibebankan pada orang tua dengan modus pungutan. Akibatnya, enahanan ijazahsetiap tahun bertambah. Persoalannya karena siswa belum membayar pungutan.Â
"Berbeda lagi dengan yang namanya sumbangan. Karena kalau sumbangan, tidak menyumbang juga tidak apa apa harusnya ijazah tidak ditahan. Jadi saya terus terang saja itu adalah pungutan. Di Negeripun ada penahanan ijazah apalagi di Swasta,"ucapnya.
Sementara itu untuk mencegah pungli, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi, bahwa penahanan ijazah adalah sangat keliru. Pun tidak diperbolehkan tidak boleh disangkut pautkan dengan keuangan.Â
"Kami bisa tuduh hal itu adalah penggelapan dan bisa melaporkan sekolah sekolah itu menggelapkan ijazah. Ujung ujungnya bisa pidana karena ijazah merupakan dokumen negara yang boleh menyimpan adalah yang punya nama ijazah itu,"tegasnya.