YOGYA, KRJOGJA.com - Pelaku usaha ataupun pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) maupun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY mengaku 'manut' dan tidak keberatan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2018 mendatang. Ketentuan atau standarisasi pengupahan yang dipukul rata besaran prosentase kenaikannya tersebut dinilai minimal sudah mendekati keinginan pengusaha.
"Proses kenaikan prosentase untuk Upah Minimun baik Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun UMK DIY 2018 tersebut sudah sesuai dengan perhitungan dari Dewan Pengupahan dan rumusnya secara nasional sama semua menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Paling tidak minimal sudah mendekati apa yang kita inginkan," tutur Wakil Ketua Kadin DIY, HR Gonang Djuliastono kepada KRJOGJA.com, Jumat (27/10/2017)
Gonang mengatakan sebagai pengusaha, secara pribadi dirinya mau tidak mau harus mengikuti ketentuan UMK DIY 2018 yang telah ditetapkan tersebut. Sebelumnya, Gonang selaku perwakilan Kadin yang terlibat langsung dalam pembahasan usulan penentuan upah tersebut bersama dengan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dan Apindo mengaku tidak ada yang mengeluh sementara ini. Sehingga secara aklamasi di dalam rapat tersebut diputuskan besaran prosentase kenaikan UMP dan UMK DIY 2018.
"Perwakilan pengusaha sudah sepakat menerima ketetapan besaran UMP dan UMK DIY 2018 tersebut, seharusnya pemerintah bisa melihat sendiri hasil keputusan pengusaha," tandasnya.
Ketua Kadin DIY Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi menambahkan sebetulnya pengusaha itu 'manut' pada pemerintah terkait penetapan UMK. Tentunya para penentu kebijakan upah tersebut bisa mengetahui kondisi perusahaan, mengingat di DIY tidak ada perusahaan besar.
"Perlu ditanya dan dilihat, seberapa minimum dan maksimumnya kemampuan perusahaan itu. Contohnya UMKM makanan, kerajinan yang masih fluktuatif pendapatannya, jika mengikuti UMK ada yang sudah bisa dan ada yang belum sehingga harus dipilih," ungkap GKR Mangkubumi.
Wakil Ketua Komisi D DPRD DIY Nur Sasmito mengatakan, dengan mempertimbangkan inflasi di kisaran 6 persen/tahun, persentase kenaikan UMK idealnya memang dua digit (10 persen ke atas). Namun kondisi ideal itu memang tidak mungkin diwujudkan saat ini, di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil.
"Dengan laju inflasi kan harga barang-barang kebutuhan otomatis naik. Kalau inflasi 6% sementara upah naiknya juga satu digit memang dipastikan tidak cukup bagi pekerja. Tapi memang tidak bisa ada upah ideal, harus ada angka kompromi," ungkap Nur Sasmito. Â