SLEMAN, KRJOGJA.com - Gubernur DIY Sri Sultan HB X Selasa (3/10/2017) secara resmi meresmikan perubahan nama jalan arteri di Yogyakarta. Mulai hari ini, Yogyakarta tak lagi punya ringroad karena seluruh jalan (ringroad selatan, barat, utara) diubah dengan enam nama jalan berbeda.
Ruas jalan dari simpang empat Pelem Gurih hingga simpang empat Jombor sepanjang 8,58 km diberi nama Jalan Siliwangi. Ruas jalan dari simpang empat Jombor hingga simpang tiga Maguwoharjo sepanjang 10 km diberi nama Jalan Padjajaran.
Sementara jalan antara simpang tiga Janti hingga simpang empat jalan Wonosari sepanjang 3,20 kilometer kini diberi nama jalan Majapahit. Ruas jalan dari simpang empat jalan Wonosari hingga simpang empat jalan Imogiri Barat sepanjang 6,5 km diberi nama jalan Ahmad Yani.
Ruas jalan dari simpang empat Imogiri barat hingga simpang empat Dongkelan sepanjang 2,78 km diberi nama Jalan Prof Dr Wirjono Projodikoro dan jalan dari simpang empat Dongkelan hingga simpang tiga Gamping sepanjang 5,86 diberi nama Jalan Brawijaya. Perubahan tersebut mengacu Surat Keputusan Gubernur nomor 166/Kep/2017 tentang Penamaan Jalan Arteri (Ring Road) Yogyakarta yang ditandatangani oleh Gubernur pada 24 Agustus 2017.
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan mengungkap digunakannya nama jalan dari berbagai sejarah daerah lain ini menandakan bahwa saat ini sudah tidak ada lagi pengkotak-kotakan wilayah seperti yang terjadi bertahun-tahun lalu. Ia berharap, setelah Yogyakarta kedepan bakal ada nama jalan Siliwangi dan Padjajaran di Jawa Timur untuk nantinya diakhiri adanya Jalan Hayam Wuruk dan Majapahit di Jawa Barat.
“Secara kultural ini menyatukan suku Jawa dan Sunda yang selama ini seolah terjebak permasalahan tidak selesai di masa lampau dalam cerita Perang Bubat. Kami sangat mengapresiasi gagasan Gubernur DIY dan harapannya kedepan ada di Jawa Timur dan terakhir Jawa Barat,†ungkapnya.
Sementara Sri Sultan HB X menyampaikan ide perubahan nama jalan ini secara filosofis dimaksudkan sebagai penyatuan Pulau Jawa secara khusus dan Indonesia secara umum. “Kita harus belajar melupakan perbedaan dan kontroversi masa lalu yang tidak menyenangkan agar bisa menatap masa depan Bangsa Indonesia dengan lebih baik. Semoga hari ini dengan adanya rekonsiliasi kultural, kita bisa melupakan peristiwa masa lalu dan mendudukkannya sebagai sejarah yang jangan sampai terulang kembali. Bagaimana suku-suku yang kemudian bersatu menjadi bangsa, itulah yang terpenting untuk kemajuan bangsa,†terang Sultan. (Fxh)
Baca Juga :Â