YOGYA, KRJOGJA.com - Raut wajah bingung dan sedih tak bisa disembunyikan Maryati (73) salah satu pedagang di Jalan Pasar Kembang (Sarkem) sisi selatan Stasiun Tugu Yogyakarta Rabu (5/7/2017). Betapa tidak, kios kelontong andalan hidupnya terpaksa dikosongkan dan dibongkar untuk pembuatan jalur pejalan kaki penghubung ke Malioboro.
Hari ini, PT KAI mengambil tindakan tegas mengosongkan dan membongkar paksa 70 kios PKL di sepanjang Sarkem yang berdiri di atas tanah yang dikelola perusahaan plat merah tersebut. Ratusan petugas dikerahkan untuk membantu pemilik kios mengosongkan barang untuk kemudian diangkut menggunakan truk yang disediakan.
Satu cerita pun muncul dari Maryati yang sudah 43 tahun berjualan di kios berwarna hijau di sisi sebelah timur. Meski pasrah, Maryati mengaku sangat sakit lantaran 43 tahun lalu ia harus merogoh dalam kantongnya untuk membeli kios tersebut dari pedagang terdahulu.
"Saya jualan sudah sejak tahun 1974, dulu beli kios pakai emas 1 ons lebih pada orang yang berjualan sebelumnya. Sekarang tahu-tahu diminta pergi, ya sakit rasanya," ungkapnya.
Emas satu ons tersebut merupakan jumlah yang sangat besar baginya kala itu. Kios kelontong tersebut menjadi begitu berarti bagi Maryati yang kini tinggal bersama suami dan enam cucu. Betapa tidak, untuk biaya hidup enam cucu termasuk sekolah, nenek ini masih memiliki tanggungjawab untuk membantu.
"Menurut saya ini ndak manusiawi dan ndak ada perasaan sama sekali pada orang kecil seperti saya. Saya sudah tak bisa bantu biaya cucu-cucu saya, hari ini tadi suami saya juga sakit dan baru dibawa ke rumah sakit," lanjutnya lagi.
Maryati kini tak tahu lagi bagaimana harus meneruskan hidup selepas tak lagi memiliki kios untuk usaha. Ia pun masih berharap adanya dialog dengan PT KAI untuk membantu mengurai permasalahan baru yang dihadapi pasca gusuran.
Kisah Maryati agaknya hampir sama dengan 70 pedagang lainnya yang mengalami hal serupa. Mereka tak tahu akan menjalani hidup lanjutan seperti apa usai tak lagi bisa berjualan di lokasi Sarkem.