Warga Difabel DIY Masih Rasakan Berbagai Kesulitan

Photo Author
- Rabu, 24 Mei 2017 | 16:10 WIB

YOGYA, KRJOGJA.com - Rabu (24/5/2017) menjadi peringatan 3 tahun berlakuknya Peraturan Daerah DIY nomor 4 tahun 2012 tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Berbagai persoalan ternyata masih dirasakan warga difabel yang ada di berbagai wilayah DIY.

Salim, perwakilan Persatuan Penyandang Disabilitas DIY dalam diskusi Komite Disabilitas DIY di Angkringan Kobar Rabu (24/5/2017) mengatakan pihaknya mengapresiasi langkah Pemda DIY yang melakukan pembangunan berlandaskan keramahan disabilitas. Namun, mereka merasa kebingungan lantaran pengawasan pemanfaatan fungsi belum berjalan sebagaimana mestinya hingga sering kali fasilitas tak bisa digunakan.

"Selama ini masih ada yang belum dilaksanakan pengawalan yanh seharusnya seperti trotoar yang ditabrak atau ditanami pot atau malah dipakai jualan. Kita tak berhak mengingatkan tapi pemda yang berseragam yang berhak, inilah yang harus dikawal difungsikan sebagai mana mestinya," ungkapnya.

Legowo, perwakilan dari Gunungkidul menambahkan hingga 2017 ini paling tidak ada dua kesulitan besar yang dihadapi warga difabel di lokasi tersebut yakni mobilitas dan hak memperoleh pendidikan. Secara gamblang dihadapan Asisten Bidang Perekonomian DIY yang juga calon Sekda DIY, Gatot Saptadi, Legowo menyampaikan bahwa saat ini menempuh perjalanan Yogyakarta-Semarang jauh lebih murah daripada difabel menempuh jarak Yogyakarta menuju Tepus.

"Akses di pelosok Gunungkidul angkutan umum masih sangat sulit, biaya ojek sangat mahal karena tak ada angkutan umum. Dari Yogya ke Tepus saja bisa habis Rp 35 ribu sekali jalan, itu sangat mahal untuk warga apalagi yang difabel seperti kami. Harapannya pemda bisa fasilitasi perpanjang jam opersional angkot misalnya hingga jam 15.00 sore agar mobilitas kami semakin mudah," terangnya.

Terkait pendidikan, meskipun Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY telah banyak mengikrarkan sekolah berbasis inklusi namun pada prakteknya tetap saja banyak difabel yang mendapat penolakan merasakan pendidikan karena alasan tak tersedianya tenaga guru pengampu siswa berkebutuhan khusus. "Harapan kami saat pelatihan guru mereka mendapat materi empati agar bisa memahami kesulitan difabel dan bisa mengajar sehingga kami dapat menikmati pendidikan. Kurikulum untuk diklat bisa dimasukkan bagaimana membuka empati agar para guru menerima dengan hati," lanjutnya lagi.

Permasalahan klasik lain yang juga disuarakan warga difabel yakni sulitnya mendapat pekerjaan di wilayah DIY. Aturan 1 difabel banding 100 dan 2 persen dari total jumlah pekerja nyatanya belum dirasakan oleh warga difabel di daerah istimewa ini. "Di DIY pengangguran difabel sangat tinggi dan banyak teman kesulitan dapat pekerjaan, kalau mereka masih bisa berhitung maka lumayan bisa dapat kerja tapi kalau yang tidak maka harus seperti apa," Tanya Wahyu, perwakilan Komunitas Tuli DIY yang juga staf BPO DIY.

Menanggapi berbagai permasalahan warga difabel, Pemda DIY diwakili Gatot Saptadi mengakui bawasanya sampai saat ini masih ada kekurangan di sana-sini dalam pemenuhan dan perlindungan hak. Namun, Pemda menurut Gatot telah berikrar untuk berjalan bersama Komite Disabilitas DIY untuk mengurai permasalahan yang masih terjadi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X