"Sama sekali tidak ada alas. Air saja hanya hidup dari jam 9-10 tiap harinya. Hari pertama kami tidak dikasih makan. Tapi setelah itu ada kiriman makanan dari KBRI di Filipina," ucap Hidayat.
Titiek Sayekti menambahkan untuk ibu ditempatkan dalam aula besar berisi 99 orang yang tanpa alas. Meski ditempatkan dalam sel seperti pesakitan, tapi mereka tetap mendapat perlakuan yang baik dan bisa beribadah dengan leluasa.
"Kami salut pihak KBRI bekerja tanpa henti hingga kami bisa segera keluar. Dalam blok sel itu kami ditempatkan bersama penjahat hingga milisi Abu Sayyaf yang ditangkap. Untung pula saudara muslim dari Mindanau ikut memberikan bantuan," katanya.
Meski secara fisik terlihat sehat, tapi menurut Hidayat dan Titiek ada
pergolakan psikis yang luar biasa. Satu yang diharapkan jemaah tersebut hanya secepatnya bisa kembali ke Indonesia. Waktu itupun datang ketika dalam sidang yang terus didampingi KBRI Filipina mereka dinyatakan bersih. Bahkkan KKBRI sampai harus meminta data paspor mereka dari daerah masing-masing. (R-7)