KRJOGJA.com - YOGYA - Guna menyebarluaskan jiwa pendidikan berkemanusiaan di Indonesia, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Wonosobo untuk memberikan pelatihan pendidikan yang berfokus pada perubahan mindset dan kesadaran diri kepada guru dan kepala sekolah se-kabupaten Wonosobo.
Workshop di Wonosobo ini merupakan dampak dari acara Badan Belajar Guru Penggerak (BBGP) Provinsi Jawa Tengah yang mengundang Founder GSM, Muhammad Nur Rizal. Di acara tersebut, lebih dari enam ribu guru penggerak yang akan di wisuda mendengarkan paparan Rizal. Terutama narasi yang diusung mengenai pendidikan yang memanusiakan manusia.
Baca Juga: Rizal Ramli Meninggal Setelah Sakit Kanker Pankreas, Sosok Ekonom yang Konsisten Kritis
Narasi ini menginspirasi terselenggaranya workshop tidak hanya di Wonosobo, tetapi juga di seluruh daerah Jawa Tengah, Tangerang, Tangerang Selatan, dan bahkan sampai ke Kalimantan seperti daerah Bontang, Katingan, dan Palangkaraya.
Hal menarik lainnya dari perluasan perubahan ini adalah terlibatnya para Kepala Dinas Pendidikan secara langsung dalam mengawal perubahan ini. Seperti Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang yang ikut bergerak untuk melibatkan perubahan seluruh SMP di wilayahnya, Sekda Katingan dan Bontang yang turut mengawal kegiatan GSM di daerahnya, komunitas GSM di Klaten juga berencana bergerak pada tahun 2024,.
Bahkan beberapa yang baru terlibat di komunitas GSM hadir secara langsung untuk melakukan kunjungan ke Kantor GSM di Yogyakarta dalam rangka diskusi rencana perubahan pendidikan di daerahnya masing-masing.
Baca Juga: Didukung Teknologi AI, Samsung Pamerkan Peralatan Dapur Canggih di CES 2024
Workshop di Wonosobo berlangsung selama empat hari mulai dari Senin, 18 Desember 2023, hingga Kamis, 21 Desember 2023 di Yogyakarta. Acara ini diikuti oleh lebih dari 200 guru dan kepala sekolah se-kabupaten Wonosobo. Sesi-sesi tersebut dipimpin oleh Muhammad Nur Rizal sebagai founder GSM dan Novi Poespita Candra selaku co-founder GSM.
Dalam paparan Rizal menjelaskan konsep permainan finite dan infinite yang dapat dikaitkan dengan sistem pendidikan di Indonesia. Permainan finite memiliki akhir yang terbatas, aturan dan tujuan permainan untuk memenangkan sesuatu dan pemainnya juga jelas. Sedangkan permainan infinite tidak memiliki aturan baku, pemainnya datang silih berganti, yang dilawan pun juga tidak jelas siapa dan memiliki perspektif jangka panjang.
Baca Juga: Libur Nataru 2023, YIA Layani 4,3 Juta Penumpang
“Sejatinya, dunia pendidikan adalah permainan infinite. Pendidikan telah berlangsung selama berabad-abad, dengan guru dan siswa yang silih berganti. Namun, saat ini mindset yang kita miliki masih terpaku pada permainan finite. Sehingga kita terobsesi untuk menjadi yang terbaik dalam berbagai hal di dunia pendidikan seperti kompetisi nilai, mengejar karir, sehingga terjebak dalam suasana formalisme dan urusan administratif,” ujar Rizal.
“Medan pendidikan yang infinite diperlakukan dengan finite berakibat pemain bermain untuk menang, padahal tidak ada aturan kemenangan yang pasti dalam permainan. Itulah yang terjadi pada guru di Indonesia saat ini,” tambah Rizal.
Pendidikan adalah perjalanan membangun peradaban yang membutuhkan waktu dan perjalanan panjang. Mengejar kompetisi dalam pendidikan justru akan melahirkan rasa frustasi dan kehilangan sumber daya untuk bertahan. Karena tidak ada kemenangan dan kekalahan dalam dunia pendidikan.
Baca Juga: Inilah Deretan Penambang Bitcoin yang Dominan Sepanjang 2023