DPRD DIY Dengar Suara Perubahan Perdais, Gubernur DIY Bisa Perempuan?

Photo Author
- Senin, 20 Mei 2024 | 22:24 WIB
  Suasana audiensi publik di DPRD DIY ( (Harminanto))
Suasana audiensi publik di DPRD DIY ( (Harminanto))


Krjogja.com - YOGYA - DPRD DIY melalui Pansus BA 8 2024 yang diketuai Heri Dwi Haryono melaksanakan dengar pendapat terkait perubahan Perda Istimewa nomor 2 tahun 2015, Senin (20/5/2024) siang. Mendengarkan pendapat akademisi salah satunya Andy Omara dari Fakultas Hukum UGM.

Andy Omara, mengatakan pada UU nomor 13 tahun 2012 pasal 18 ayat 1 huruf M tentang syarat Gubernur DIY antara lain memuat riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak. Namun begitu pasal dalam undang-undang tersebut tidak lagi berlaku setelah berlakunya Putusan MK 88 tahun 2016 yang menyatakan frasa tersebut bertentangan dengan UUD dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Baca Juga: Hasil Evaluasi Kemenag: 47,5 % Penerbangan Jemaah Haji Lewat Garuda Alami Keterlambatan

Bahwa pasal 18 huruf M tak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Artinya secara hukum kehilangan kekuatan hukumnya. Artinya dia tak dapat digunakan dalam perbuatan hukum walaupun pasal tersebut belum melakukan perubahan. Apakah perlu dilakukan perubahan? Ada dua pandangan yaitu bahwa putusan MK itu self executing artinya tak perlu tindaklanjut pembentuk UU (tak perlu diubah). Ada pandangan, putusan MK harus ditindaklanjuti khususnya oleh pembentuk UU yang artinya harus diubah," ungkapnya.

Andy mengatakan bahwa menurut dia, undang-undang tersebut perlu diubah. Hal tersebut demi menjamin kepastian hukum serta menjadi tindaklanjut putusan MK.
Menurut saya perlu, karena untuk menjamin kepastian hukum, serta ejawantah tindaklanjut putusan MK. Ini sebagai antisipasi perbedaan antara yang putusan MK dan frasa lama dalam UUK. Perubahan UU di luar kendali Pemda DIY dan DPRD DIY. Yang bisa dilakukan revisi Perdais 2 tahun 2015 untuk beri kepastian hukum, hindari polemik,” lanjutnya.

Baca Juga: Cek Roadmap OJK Untuk BPR/BPR Syariah

Andy juga menilai, bahwa dengan adanya putusan MK, membuat secara tak langsung diperbolehkannya mengubah Perdais karena materi UU 13 tahun 2012 telah diubah dari putusan MK. Rencana perubahan Perdais menurut dia tak hanya tindaklanjuti putusan MK tapi juga tindaklanjut UU 13 tahun 2012 paska putusan MK.

“Beberapa penelitian, tindaklanjut putusan MK ditindaklanjuti lembaga dengan bervariasi karena rencana perubahan UU tak pasti kapan waktunya, proses pembentukannya memakan waktu tak singkat. Maka bisa menimbulkan celah aturan, menghalangi hukum atau kebingungan. Di sisi lain pemerintahan harus berjalan dengan kepastian hukum,” tandasnya.

Baca Juga: Harkitnas, Safety Riding Lab Astra Honda Hadir di Tasikmalaya

Namun begitu, Andy mengingatkan bahwa perubahan dalam Perdais harus sama dengan apa yang memutuskan MK. Situasi ini pula yang disebut membuat DIY cukup lama memutuskan mengubah Perdais meski MK telah memberi keputusan pada 2016 silam.

"Perubahan Perdais harus sama dengan apa yang memutuskan MK. Lalu mengapa baru sekarang? Karena ada anggapan putusan MK Self Executing sehingga ada pandangan tak perlu perubahan. Atau dianggap belum sangat mendesak sehingga belum perlu dirasa diubah," tandas dia.

Baca Juga: 'Kali Dua Mantap Jiwa', Moorlife Luncurkan Gerakan 1,1 Juta Kotak Makan

Sementara Hery yang menjadi Ketua Pansus mengatakan pada tahapan ini memang ingin mendengar masukan dari masyarakat. Selain peminjaman, hadir pula perwakilan Kraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman dalam audiensi tersebut. (Fxh)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X