Kabinet Gemuk Prabowo - Gibran Dikhawatirkan Pengaruhi Beban Fiskal

Photo Author
- Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:45 WIB
Widarta MM CDMP (Riyana Ekawati)
Widarta MM CDMP (Riyana Ekawati)

KRJogja.com - YOGYA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang baru saja dilantik dan dilanjutkan dengan pelantikan para menterinya Senin (21/10) dipastikan memiliki kabinet yang gemuk.

Kabinet Merah Putih 2024 pemerintahan baru tersebut tercatat ada 48 menteri, jumlah itu jauh meningkat apabila dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya (Jokowi) yang hanya 34 kementerian. Adanya kondisi itu dikhawatirkan akan mempengaruhi beban fiskal. Pasalnya, dengan banyaknya menteri/kepala badan hingga wakil menteri yang ada, belanja pegawai akan semakin besar.

"Semakin banyaknya wakil menteri berarti akan meningkatkan belanja negara. Termasuk gaji, tunjangan, biaya operasional lainnya belum lagi adanya staf pendukung, pengadaan mobil dinas, gedung/ruang, fasilitas kantor, hingga pembayaran gaji pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut. Dengan estimasi 108 orang mencapai sekitar Rp 777 miliar per tahun," kata dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Widarta, MM CDMP di Yogyakarta, Selasa (22/10).

Menurut Widarta, presiden sebagai pemilik hak preogratif pasti memiliki alasan tersendiri untuk mengambil kebijakan tersebut. Misalnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dipisah menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.

Adapun Ditjen Kebudayaan akan masuk Kementerian Pariwisata yang menjadi Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan. Sedangkan kementrian koperasi dan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ke dalam 2 kementerian berbeda. Padahal sebelumnya, kedua urusan itu ada di bawah wewenang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM).

"Nomenklatur ini tentunya untuk mewujudkan visi dari pemerintahan Prabowo Gibran. Misalnya dalam ekonomi yang mengejar target pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen, pengurangan pengangguran, serta keinginan mewujudkan swasembada pangan,"ungkapnya.

Lebih lanjut Widarta menambahkan, bagi organisasi, pemerintahan, kelembagaan, institusi yang baru (startup misalnya), prioritas pencapaian tujuan sangat direkomendasikan (efektivitas). Karena prioritas pertama organisasi adalah mencapai hasil atau target yang telah tetapkan.

Tinggal bagaimana menentukan hasil (tujuan) atau visi dan misi dari pemerintahnya presiden baru yang tepat. Tentunya itu sangat terkait dengan penentuan strategi yg tepat. Kendati demikian efisiensi juga sangat penting.

"Setelah memastikan tindakan kita efektif, kita perlu memastikan bahwa sumber daya yang digunakan optimal. Dengan kata lain, perlu mencari cara untuk mencapai tujuan yang sama dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit. Hal itu terkait dengan anggaran APBN yang terbatas untuk mampu mencapai tujuan atau visi dari pemerintahan.

"Jadi saya kira optimis dengan pemerintahan gemuk, kemungkinan mengejar efektivitas (program 100 hari ke depan). Setelah itu pada langkah berikutnya melakukan efisiensi untuk mencapai visi dan misinya demi kemakmuran bangsa Indonesia," ungkapnya. (Ria)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X