Krjogja.com Yogya Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyimpang dari tujuan serta objektif awal pembentukan MK saat menjabat sebagai Presiden, yaitu sebagai lembaga yang berwibawa dengan fungsi utama sebagai penjaga kesucian konstitusi Negara Republik Indonesia dan menjunjung tinggi keadilan dalam kehidupan bernegara.
"Saya sendiri mencarikan gedung MK dan memilih Prof Jimly menjadi ketua MK dengan maksud menjaga marwah konstitusi NKRI. Ini juga menjadi tuntutan rakyat untuk reformasi dan meletakkan supremasi hukum dalam tata laksana konstitusional Tapi MK malah melakukan penyimpangan dan sudah terbukti secara jelas selama pelaksanaan Pilpres 2024, yang dimulai sejak Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 sampai dengan putusan MK terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024," kata Megawati saat keynote speech peluncuran tiga buku karya Dr Todung Mulya Lubis S.H., LL.M., bersama Tim Hukum 22E, meluncurkan tiga buku yang menawarkan analisis mendalam mengenai lika-liku sengketa Pilpres 2024 secara virtual, Kamis (12/12).
Menurut Megawati kegagalan MK selama pelaksanaan Pilpres 2024 telah menimbulkan luka yang mendalam bagi demokrasi Indonesia dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat memperbaiki kegagalan tersebut. Karena itu, berharap dengan diterbitkannya buku-buku ini dapat memberikan pemahaman bagi seluruh bangsa Indonesia untuk dapat melakukan refleksi diri dan memahami seluruh rangkaian kegagalan dan pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan Pilpres 2024, yang termasuk namun tidak terbatas pada kegagalan MK sebagai tonggak pelindung konstitusi.
Baca Juga: Banjir Lumpur Landa Jalan Parangtritis
Hal ini dengan tujuan utama agar seluruh rangkaian kegagalan tersebut tidak akan terjadi kembali dalam pelaksanaan demokrasi di Negara Republik Indonesia pada masa mendatang.
Selain itu, Megawati Soekarnoputri berpesan kepada generasi penerus Negara Republik Indonesia untuk tetap menanamkan semangat kemerdekaan dalam diri, untuk menghilangkan rasa takut terhadap kekuasaan, dan memberanikan diri untuk menyuarakan ketidakadilan demi menjaga semangat demokrasi yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Peluncuran tiga buku ini dilakukan serentak di lima kota diantaranya Jakarta, Jogjakarta, Makassar dan Padang. Di Yogyaarta sendiri peluncuran dilakukan di Hotel Santika Premier yang dilanjutkan dengan diskusi menghadirkan Dr Zainal Arifin Mochtarn dan Prof Iwan Setiawan. Ketiga buku itu adalah Antara Hukum dan Politik: Membedah Permohonan dan Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024, Keadilan Elektoral di Mahkamah Konstitusi: Tanggapan Beberapa Penulis terhadap Putusan MK soal Hasil Pilpres 2024 serta Suara Publik Bergaung di MK: Kepedulian dan Perhatian Masyarakat pada MK.
Baca Juga: Kantor Pertanahan Kulon Progo Raih Predikat WBK, Komitmen Beri Layanan Prima untuk Masyarakat
Ketiga buku ini menjadi catatan penting untuk memahami tantangan dan kompleksitas penyelenggaraan demokrasi Indonesia pada saat Pilpres 2024 serta bagaimana peran hukum, politik, dan masyarakat saling berinteraksi dalam menjaga keadilan dan demokrasi.
Dr. Todung Mulya Lubis menyampaikan bahwa betapa pentingnya melangkah maju sebagai bangsa dan tidak meratapi keadaan yang terjadi karena pelanggaran konstitusional yang tidak terbantahkan. Namun, kita tidak bisa mengabaikan bahwa dalam menghadapi tantangan yang kompleks dan menantang, dibutuhkan government dan governance.
"Dalam perjalanannya, Pilpres 2024 diwarnai dengan pelanggaran yang bersifat konstitusional, sebagaimana bisa dilihat saat pada putusan MK. Pelanggaran tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Pada Pilpres 2024 MK telah abai dalam mendengarkan suara rakyat dan tidak melihat kenyataan yang terjadi," ungkapnya.
Hukum, kata Todung Mulya Lubis seringkali dipakai sebagai instrumen kekuasaan. Sehingga, hukum menjadi tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Sangat ironis melihat bahwa Indonesia semakin dijauhkan dari cita-cita kemerdekaan yang diidamkan dan telah diraih dengan jerih payah pahlawan-pahlawan negara ini.
"Buku ini memuat suara hati rakyat Indonesia yang benar-benar mencintai negaranya. Buku ini diharapkan untuk bermanfaat bagi hakim, jaksa, pengacara, akademisi, dan seluruh rakyat Indonesia. Karena adanya regresi demokrasi Indonesia, melalui peluncuran buku ini adalah cara beliau untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dengan harapan rakyat Indonesia dapat melangkah maju dengan gagah berani dalam mendukung nilai-nilai demokrasi Indonesia," paparnya.
Dengan semangat untuk menegakkan konstitusi dan melawan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), beliau berharap peluncuran buku ini bisa menjadi langkah konkret untuk memperkuat keadilan dalam Pemilu 2024 serta memberikan kontribusi pada perkembangan hukum dan demokrasi Indonesia. (*)