Refleksi Akhir Tahun Muhammadiyah Beri Sorotan Peluruhan Nilai Agama, Jadi Entertain Kulit Lupa Esensi Nilai

Photo Author
- Senin, 30 Desember 2024 | 15:32 WIB
Pimpinan Muhammadiyah saat memberikan pernyataan pada media. (Foto: Harminanto)
Pimpinan Muhammadiyah saat memberikan pernyataan pada media. (Foto: Harminanto)

Krjogja.com - YOGYA - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, menyampaikan refleksi akhir tahun 2024, Senin (30/12/2024). Beberapa hal menjadi perhatian Muhammadiyah yang diharapkan bisa dibenahi pada 2025 nanti, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Haedar mengatakan, secara fisik pembangunan Indonesia sangat luar biasa, termasuk Sumber Daya Manusia (SDM). Namun menurut Haedar, Indonesia harus sadar banyak kekurangan yang harus dibenahi, di berbagai bidang.

"Dalam bidang keagamaan, ada peluruhan mental, moral dan etika hidup serta problem rohani. Misalnya judi online, narkoba, bunuh diri dan pembunuhan di orang-orang terdekat. Ada juga berbagai persoalan sosial, termasuk korupsi. Ada problem yang bangsa ini masih ringkih," ungkapnya pada wartawan.

Agama dikatakan Haedar harus hadir sebagai kanopi suci, tempat terdepan melindungi, sekaligus menjadi oase di tengah kegersangan rohani. Saat ini yang terjadi, agama semakin tumpul terasa, karena kalangan agama dan umat beragama tak mempertajam agama sebagai fungsi motivasi, sublimasi, faktor nilai atau meaning dan seterusnya.

Baca Juga: Banjir Rob Ancam Pesisir Selatan Jateng 30-31 Desember 2024

"Boleh jadi agama hanya diajarkan pemeluk agama, hanya kulit luarnya saja. Bahkan menjadi entertain, hiburan saja yang memunculkan tokoh agama laris yang entertain. Hal substansi tentang hakikat hidup, dan bagaimana hidup, setelah kematian, ini dikesampingkan. Kita berharap di 2025, kekuatan agama lebih mengedepankan proses substansialisaai agama dalam kehidupan. Agama hadir dalam hal isi, ketimbang kulit dan entertain. Kita baru sadar ada proses peluruhan keteladanan," tambahnya.

Dalam momen tersebut, Haedar juga mengatakan dukungan pada pemerintah untuk serius memberantas korupsi. Pada 2025, Muhammadiyah meminta pemerintah berkomitmen agar menjadi political will dalam seluruh institusi pemerintahan.

"Bahkan sampai ke pemerintahan daerah. Memperkuat peran KPK agar kembali menjadi lembaga independen pemberantasan korupsi, punya moral tinggi dalam pemberantasan korupsi, tak terpengaruh pihak manapun dari manapun," tegasnya.

Muhammadiyah juga memberikan sprotan terkait praktik politik uang, politik transaksional, penyalahgunaan hukum untuk meraih jabatan dalam kekuasaan, kriminalisasi politik, serta segala bentuk praktik politik yang merusak prinsip dan etika demokrasi. Seluruh komponen bangsa sangat penting mendukung terwujudnya demokrasi yang substantif serta menjadi pilar checks and balances, serta melakukan pendidikan politik demokrasi kepada warga bangsa.

Baca Juga: Penumpang KRL Jogja Solo Turun karena Tol Baru Dibuka? Ini Penjelasan KCI

"Segenap warga negara diharapkan makin memiliki kesadaran politik yang cerdas dan kritis, serta memiliki kebudayaan politik partisipan; sebaliknya bukan kebudayaan politik parokial yang pasif, subordinat, dan nirkesadasan politik berbasis pengetahuan. Demokrasi Indonesia yang liberal saat ini saatnya dibingkai menjadi demokrasi nilai yang berbasis pada Sila Keempat Pancasila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan," tegasnya.

Sementara terkait pemerintahan baru hasil Pemilu 2024 baik Presiden dan Wakil Presiden maupun Anggota Legislatif DPR-Ri dan DPD-RI baru memperoleh kepercayaan sekaligus tuntutan dan harapan baru untuk menjalankan Pemerintahan Negara sebagaimana mandat konstitusi, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Karenanya setiap kebijakan yang diambil sesuai otoritasnya, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama, mesti berpihak sebesar-besarnya bagi kepentingan dan hajat hidup rakyat.

"Hindari kebijakan-kebijakan yang menimbulkan reaksi publik dalam bentuk keberatan dan penolakan. Jika bermasalah di hadapan rakyat atau publik secara umum maka alangkah bijaksana jika melakukan koreksi dan bila perlu mencabut kebijakan tersebut tanpa perlu merasa kalah dan menang atau malu demi kepentingan bangsa sebagai wujud sikap kenegarawanan," tegas Haedar. (Fxh)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

X