Krjogja.com - YOGYA - Ada yang berbeda di Studio Kedaulatan Rakyat TV siang itu. Podcast PBJ Insight kembali hadir di episode ke-3 dengan sorotan tajam terhadap kompetensi pelaku pengadaan barang/jasa (PBJ). Dipandu Artika Amelia, perbincangan hangat bersama Lilik Syaiful Ahmad, S.P. (Anggota Komisi C DPRD DIY) dan Rosdiana Puji Lestari, S.T., M.Eng. (Kepala Biro PBJ Setda DIY) mengupas perubahan regulasi yang membawa angin baru—dan tantangan baru—bagi birokrasi.
Perubahan Regulasi: Ujian Nyata untuk ASN PBJ
Bermula dari terbitnya Keputusan Deputi LKPP Nomor 8 Tahun 2025 dan Perpres No. 46 Tahun 2025, pemutakhiran sistem sertifikasi kompetensi untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tipe C resmi diterapkan. Tak sekadar tumpukan kertas, kini ASN dituntut membuktikan kapasitas melalui verifikasi portofolio, tes tertulis, hingga pelatihan yang sistematis.
“Ini bukan sekadar soal lulus pelatihan. Kita bicara soal kesiapan ASN mengelola miliaran anggaran publik dengan integritas dan akuntabilitas,” ujar Rosdiana tegas dalam podcast berdurasi satu jam ini.
Kompetensi Bukan Formalitas
Bersertifikasi atau tidak bukan lagi pilihan. Pasal 74 Perpres 16/2018 (jo. Perpres 46/2025) menegaskan bahwa SDM PBJ harus memiliki kompetensi terukur. PPK bukan jabatan seremonial. Tugas mereka menentukan kontrak, memilih penyedia, hingga menyelesaikan sengketa. Maka tak heran bila sertifikasi kini dipandang sebagai “garis start baru” bagi ASN di ranah PBJ.
Lilik Syaiful Ahmad menambahkan dari sudut pandang DPRD, “Kami melihat penguatan SDM PBJ ini sebagai investasi jangka panjang. Kalau tidak segera adaptif, kita akan tertinggal oleh percepatan sistem digital dan kebutuhan pengawasan yang makin kompleks.”
Realita di Lapangan: Portofolio Tak Tercatat, Pelatihan Tak Merata
Salah satu tantangan mencolok adalah ketimpangan data. Banyak ASN memiliki pengalaman, tapi tak tercatat dalam SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik). Akibatnya, proses sertifikasi harus melewati jalur lebih panjang: menyusun portofolio secara manual dan menjalani tes tambahan.
Rosdiana mengakui bahwa hingga Mei 2025, masih banyak ASN DIY yang belum tersertifikasi PPK tipe C. “Namun kami punya roadmap percepatan. Dukungan APBD sudah ada, dan pelatihan juga makin kita sebar ke berbagai instansi,” jelasnya.
E-Purchasing, Katalog Elektronik, dan Penunjukan Langsung: Siapkah DIY?
Perpres 46/2025 juga membawa perubahan pada mekanisme teknis, dari perluasan penggunaan katalog elektronik oleh instansi non-pemerintah, hingga kewajiban e-purchasing. Lilik menggarisbawahi pentingnya adaptasi cepat di tingkat perangkat daerah.
“Kita dorong transparansi lewat digitalisasi. Tapi apakah semua instansi siap? Apakah semua ASN paham mekanisme baru? Itu tantangan kita di legislatif untuk terus mengawasi dan memberi dukungan regulatif,” katanya.
Pengadaan Barang/Jasa Tak Lagi di Ruang Tertutup
Podcast ini secara tidak langsung mematahkan anggapan bahwa PBJ adalah ruang eksklusif dan teknis semata. Pendekatan komunikatif, bahasa yang membumi, serta sesi tanya-jawab yang terbuka membawa atmosfer baru: PBJ adalah urusan kita semua, bukan hanya pejabat di belakang meja.
“Kami ingin podcast ini menjadi jembatan informasi. Warga berhak tahu siapa yang mengelola pengadaan, bagaimana prosesnya, dan bagaimana kami memastikan kompetensinya,” ujar Artika Amelia menutup sesi.
Kesimpulan: Sertifikasi adalah Awal, Bukan Akhir
Dengan tenggat hingga 31 Desember 2025 untuk penugasan PPK Tipe C, Pemda DIY ditantang untuk bergerak cepat—tanpa kehilangan kualitas. Kolaborasi antara legislatif dan birokrasi, seperti yang diperlihatkan dalam PBJ Insight Episode 3 ini, menjadi bukti bahwa transformasi bisa dimulai dari ruang diskusi yang inklusif dan terbuka.
Saksikan ulang Podcast PBJ Insight Ep. 3 di kanal YouTube Kedaulatan Rakyat TV dan ikuti terus perkembangan pengadaan barang/jasa di kanal ini. (*)