Krjogja.com - YOGYA - Proses pengadaan barang/jasa pemerintah kerap kali dianggap sebagai urusan teknis yang membosankan, namun sebenarnya ia adalah tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional yang melibatkan miliaran rupiah uang rakyat.
Untuk mengupas seluk-beluknya secara lebih mendalam dan populer, Podcast Insight menghadirkan episode ke-9 bertajuk “Memahami Metode Pemilihan Penyedia dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”, yang tapping-nya berlangsung di Pusat Desain Industri Nasional, Yogyakarta, dan tayang di kanal YouTube Kedaulatan Rakyat TV.
Baca Juga: Koperasi dan Berkoperasi
Dipandu oleh host Artika Amelia, episode ini menghadirkan dua narasumber yang tidak asing di ranah birokrasi dan parlemen daerah yakni H. Koeswanto SIP selaku Sekretaris Komisi C DPRD DIY dan Rosdiana Puji Lestari, ST MEng selaku Kepala Biro Pengadaan Barang/Jasa Pemda DIY.
Dengan durasi 60 menit, obrolan di podcast ini tidak hanya menjelaskan prosedur teknis, tapi juga membuka mata publik tentang urgensi memahami metode pemilihan penyedia yang diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 jo. Perpres No. 46 Tahun 2025.
Setidaknya, ada lima metode pemilihan penyedia barang dan jasa: E-purchasing, Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, Tender Cepat, dan Tender. Masing-masing punya koridor hukum, nilai anggaran, hingga risiko akuntabilitas yang berbeda.
Baca Juga: 21 WNA China Ditangkap, Terdeteksi Kerja Kuli Bangunan di Sragen
“Seringkali masyarakat hanya melihat proses lelang atau tender. Padahal metode seperti e-purchasing atau pengadaan langsung juga punya peran besar, terutama dalam percepatan kegiatan,” ujar Rosdiana dalam salah satu bagian diskusi.
Ia menambahkan bahwa e-purchasing yang berbasis e-katalog sangat penting dalam menjaga transparansi dan efisiensi, namun tetap butuh pengawasan agar tidak disalahgunakan.
Dari sisi legislatif, Koeswanto menegaskan bahwa pengawasan DPRD terhadap pola pengadaan terus diperkuat. Ia menyebut sejumlah pertanyaan krusial yang kini menjadi fokus Komisi C, mulai dari efektivitas e-purchasing, evaluasi tender yang gagal, hingga dugaan penyalahgunaan pengadaan langsung.
“Jangan sampai alasan percepatan menjadi pembenaran bagi praktik yang tidak transparan. Setiap metode harus digunakan sesuai kondisi riil dan regulasi,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya optimalisasi e-katalog lokal, yang seharusnya bisa menjadi peluang bagi pelaku usaha lokal agar ikut terlibat dalam rantai pengadaan pemerintah.
Diskusi ini juga mengangkat tantangan implementasi. Beberapa metode seperti tender cepat dan penunjukan langsung bisa menjadi celah penyimpangan jika tidak diawasi ketat.
Demikian pula dengan jasa konsultansi yang memiliki metode pemilihan tersendiri, termasuk seleksi dan penunjukan langsung dalam kondisi khusus.