Krjogja.com - Bantul - Desa Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Bantul, yang dikenal sebagai sentra kerajinan wayang kulit, kini berbenah melalui sentuhan teknologi modern.
Program Pengabdian kepada Masyarakat melalui pendanaan tahun 2025 yang didukung Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, diluncurkan untuk membantu perajin menghadapi tantangan produksi dan pemasaran di era digital.
Ketua tim pengabdian dari Universitas Negeri Yogyakarta, Dr. Ir. Apri Nuryanto, mengatakan, selama ini, proses pembuatan wayang kulit dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu lama dan membatasi kapasitas produksi.
Kondisi itu menyulitkan inovasi desain sekaligus membuat pemasaran hanya bergantung pada kunjungan wisatawan.
"Melalui program ini, perajin dibekali mesin laser cutting untuk mempercepat produksi dan inovasi produk dengan hasil yang lebih meningkat dan presisi. Selain itu, mereka juga mendapatkan pelatihan desain grafis berbasis perangkat lunak modern, seperti CorelDRAW dan Adobe Illustrator, agar mampu menghasilkan motif wayang yang inovatif tanpa meninggalkan akar tradisi Ramayana dan Mahabharata," kata Apri, Sabtu, 6 September 2025.
Selain aspek produksi, penguatan juga dilakukan pada manajemen usaha dan pemasaran. Perajin dilatih menggunakan aplikasi digital untuk mengelola keuangan, memperbaiki kemasan ramah lingkungan, serta memanfaatkan media sosial dan marketplace digital.
Produk wayang kulit kini dikemas dengan QR code agar konsumen dapat langsung mengakses informasi mengenai proses pembuatan maupun nilai budaya di baliknya.
Apri Nuryanto menegaskan sinergi budaya dan teknologi menjadi kunci menjaga keberlanjutan kerajinan. “Inovasi bukan berarti meninggalkan tradisi, melainkan memperkuatnya. Dengan teknologi, wayang kulit bisa lebih efisien diproduksi, lebih menarik desainnya, dan lebih luas pasarnya, tanpa mengurangi nilai filosofisnya,” ujarnya.
Program ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan perajin, membuka lapangan kerja baru, sekaligus memperkuat posisi Wukirsari sebagai desa wisata budaya kelas dunia. Langkah ini sejalan dengan target Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi kreatif, pembangunan komunitas berkelanjutan, serta produksi ramah lingkungan.
Ke depan, Apri menegaskan program ini akan dilanjutkan melalui pendampingan intensif, monitoring hasil produksi, serta kerja sama dengan pemerintah daerah dan komunitas wisata. Wukirsari diharapkan menjadi model desa wisata budaya yang mampu menjaga warisan leluhur sekaligus adaptif terhadap perkembangan industri kreatif global. (Dev)