CLDS FH UII Eksaminasi Putusan Tipikor Tom Lembong, Soroti Unsur Penyalahgunaan Wewenang

Photo Author
- Sabtu, 11 Oktober 2025 | 20:40 WIB
  Para eksaminator dan CLDS FH UII berfoto usai Sidang Eksaminasi    ((Harminanto))
Para eksaminator dan CLDS FH UII berfoto usai Sidang Eksaminasi ((Harminanto))


Krjogja.com - SLEMAN - Center for Legal and Democracy Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menggelar Sidang Eksaminasi Publik terhadap Putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst dengan terdakwa Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), Sabtu (11/10/2025). Kegiatan berlangsung di Auditorium lantai 4 FH UII dan diikuti mahasiswa, akademisi serta praktisi hukum dari berbagai daerah.

Eksaminasi publik ini menghadirkan tiga eksaminator, yakni Dr. Muntoha, S.H., M.Hum., Dr. Syarif Nurhidayat, S.H., M.Hum dan Dr. Widodo Dwi Putro, S.H., M.Hum. Ketiganya menilai putusan pengadilan tersebut penting dikaji karena menyangkut penerapan hukum terhadap pejabat publik dan batas antara kesalahan administratif dengan tindak pidana korupsi.

Direktur CLDS FH UII, Dr. Muhaimin, S.H., M.Hum., menyebut eksaminasi publik dilakukan sebagai bagian dari tanggung jawab akademik untuk menilai sejauh mana putusan pengadilan mencerminkan keadilan. Ia menegaskan forum seperti ini bukan untuk mengintervensi peradilan, melainkan memberi masukan ilmiah bagi pembenahan sistem hukum.

Baca Juga: Tingkatkan Daya Saing Industri Batik, Batik City Run Siap Digelar di Benteng Vredeburg

"Eksaminasi publik bukan menggantikan peran hakim, tapi menilai secara akademik penerapan hukum dan rasionalitas putusan. Dari sini publik bisa tahu apakah pertimbangan majelis sudah mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum," ungkapnya.

Dr. Muntoha menyoroti aspek pembuktian dan pertimbangan hukum dalam perkara Tom Lembong yang dinilai masih menyisakan ruang interpretasi. Ia menilai hakim perlu lebih tajam mengurai hubungan kausal antara kebijakan pejabat dengan kerugian negara.

"Pertimbangan hakim belum sepenuhnya komprehensif dalam menilai unsur penyalahgunaan kewenangan. Batas antara kesalahan administratif dan pidana korupsi perlu ditegaskan agar tidak menimbulkan tafsir yang keliru," sambungnya.

Sementara itu, Dr. Syarif Nurhidayat menekankan pentingnya penerapan asas equality before the law secara konsisten bagi semua pihak, termasuk pejabat negara. Menurutnya, kehati-hatian dalam menafsirkan kebijakan publik sebagai tindak pidana mutlak dibutuhkan agar kepastian hukum tetap terjaga.

Baca Juga: Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Lindungi Pendamping Proses Produk Halal

“Kalau batas antara kesalahan administratif dan tindak pidana kabur, maka aparat penegak hukum bisa menafsirkan secara berlebihan. Ini berbahaya bagi prinsip kepastian hukum dan keadilan," paparnya.

Sementara, Dr. Widodo Dwi Putro menambahkan, perkara korupsi pejabat publik juga harus dilihat dari sisi etika dan tanggung jawab moral. Ia menyebut putusan pengadilan tak hanya berisi pertimbangan yuridis, tapi juga pesan moral tentang integritas dan akuntabilitas.

"Setiap putusan membawa pesan moral bagi publik. Eksaminasi publik penting untuk memastikan pesan itu selaras dengan semangat pemberantasan korupsi yang berkeadilan," ungkapnya.

Diskusi berlangsung interaktif dengan banyak tanggapan dari peserta. Para mahasiswa dan akademisi menilai kegiatan ini memberi pemahaman baru tentang cara membaca dan menilai putusan pengadilan secara kritis.

CLDS FH UII menyatakan akan terus menggelar eksaminasi publik terhadap putusan-putusan penting yang menjadi perhatian masyarakat. Melalui forum ini, UII berkomitmen mendorong transparansi peradilan serta memperkuat budaya hukum yang berkeadilan dan akuntabel. (Fxh)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

X