Krjogja.com - YOGYA - Yogyakarta kembali menegaskan perannya bukan sekadar pusat ilmu dan kebudayaan, tetapi juga sumber nilai-nilai luhur yang dapat menjadi fondasi peradaban bangsa. Di tengah derasnya arus globalisasi dan krisis moral, Yogyakarta diharapkan mampu menjadi benteng karakter dan inspirasi bagi Indonesia dalam menegakkan keadaban sosial.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas menegaskan, penguatan nilai-nilai Yogyakarta penting untuk membangun peradaban yang luhur dan agung. “Tantangan kita hari ini bukan hanya menjaga warisan, tetapi memastikan nilai-nilai luhur itu hidup dan relevan di tengah masyarakat,” ujarnya dalam Diskusi Publik di Aula DPD RI DIY, Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Senin (13/10/2025).
Diskusi publik bertema 'Pembasisan Nilai-Nilai Yogyakarta untuk Membangun Peradaban Luhur dan Agung' menghadirkan narasumber lain Prof Dr Wahyudi Kumorotomo (Guru Besar Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, UGM) dan Ali Cokro SE (Penggiat Filosofi Jawa dan Anggota Forum Bulaksumur G10) dipandu moderator Arif Bintara (Sejarawan dan Anggota Forum Bulaksumur G10).
Baca Juga: Head to head Persita vs PSIM Jogja: Siapa yang Lebih Dominan?
Diskusi publik ini diselenggarakan oleh Forum Bulaksumur G10 bekerja sama dengan DPD RI DIY. Acara dihadiri oleh Kepala Disdikpora DIY Drs Suhirman MPd, Sekretaris Paniradya Kaistimewan DIY Ariyanti Luhur Tri Setyarini SH MH, Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY Setya Amrih Prasojo SS MPd, akademisi, mahasiswa, praktisi kebudayaan dan tokoh masyarakat.
Menurut Hemas, nilai seperti tata krama, empan papan, gotong royong, dan tepa slira harus menjadi pedoman hidup generasi muda. Ia mengingatkan bahwa derasnya budaya global dan disrupsi digital telah menjauhkan generasi muda dari akar budaya lokal. Karena itu, ia mendorong agar nilai-nilai Yogyakarta diintegrasikan dalam pendidikan, ekonomi kreatif, hingga teknologi. “Pembangunan harus membentuk manusia berkarakter Yogyakarta, bukan hanya kemajuan material,” tegasnya.
Prof Dr Wahyudi Kumorotomo menilai bahwa norma, etika, dan nilai-nilai kehidupan merupakan penentu keberlangsungan peradaban manusia. “Etika pemerintahan menentukan kemakmuran ekonomi rakyat,” ujarnya. Ia mencontohkan kemajuan Cina yang lahir dari kepemimpinan beretika dan penegakan hukum yang kuat.
Wahyudi mengatakan, Indonesia kini berada di persimpangan jalan, antara menjadi negara maju atau terperangkap dalam krisis kenegarawanan. “Bangsa yang kehilangan etika dan budaya malu akan kehilangan arah,” katanya. Ia menilai Yogyakarta, dengan warisan moral dan kebijaksanaan lokalnya, dapat menjadi contoh bagi kebangkitan etika nasional.
Sementara itu, Ali Cokro menegaskan, membangun peradaban luhur dan agung adalah keniscayaan. “Rahayuning bawana kapurba waskitaning manungsa, yang bermakna kesejahteraan dunia bermula dari kesadaran manusia,” ucapnya. Ia menekankan pentingnya menata diri dan memperbaiki tatanan sosial sebagai dasar membangun dunia yang beradab.
“Kesadaran tanpa komitmen hanyalah wacana, dan strategi tanpa konsistensi hanyalah rencana yang tidak pernah hidup,” tambahnya. Ali mengajak semua pihak menjadikan nilai-nilai Yogyakarta seperti ngajeni, andhap asor, dan tanggung jawab sebagai jalan menuju peradaban luhur dan agung. (Dev)