Yogya - KR - Paguyuban Trah Hamengkubuwono II melakukan kunjungan audiensi ke Kantor Kedaulatan Rakyat (KR) di Jalan Margo Utomo 40-46, Gowongan, Jetis, Yogyakarta. Paguyuban ini resmi terbentuk pada 17 November 1996, sebagai wadah bagi keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono II.
Ketua Umum Paguyuban Trah Sultan Hamengku Buwono II, R. Soejitno menjelaskan, Trah HB II pada tahun ini akan menggelar hari jadi ke 29 tahun. "Intinya dari paguyuban ini adalah guyub, jadi tidak neko-neko. Penekanannya adalah kebersamaan dan kerukunan,” jelas Soejitno (15/11/25).
Ia melanjutkan paguyuban ini bersifat nirlaba. Pertemuan rutin sering diadakan setiap selapan (35 hari) sekali, saat ini Sabtu Legi. Saat ini, dari 80 golongan keturunan Sri Sultan HB II, baru sekitar 31 yang berhasil tercatat.
Baca Juga: Kutip Pesan Imam Ghazali, Gus Kautsar Ungkap Ciri-ciri Pendakwah Berbahaya
"Mengumpulkan generasi muda juga menjadi kendala karena kesibukan masing-masing. Meskipun demikian, kami mengadakan pertemuan selapan hari sekali secara bergantian dari satu keturunan ke keturunan lainnya, demi menjaga semangat nglumpukke balung pisah,"imbuhnya.
Ketua panitia HUT ke 29 Paguyuban Trah HB II, R Agung Purwantono Saleh mengatakan paguyuban ini adalah wujud nyata dari upaya regenerasi dan pelestarian nilai-nilai luhur dari para pendahulu kami.
"Puncak Peringatan Ulang Tahun ke-29 besok merupakan sebagai wujud syukur dan akan diselenggarakan pada Minggu, 23 November 2025 pukul 10.00 di Hotel Matahari Yogyakarta. Ini kali pertama, kami menyelenggarakan perayaan dalam wujud perhelatan. Sebelumnya perayaan sebatas mengadakan ziarah ke makam Kotagede. Tahun ini, kami sengaja memilih format yang lebih berbeda, dengan harapan dapat menarik lebih banyak kerabat untuk berkumpul,"ujar Agung.
Dirut PT BP Kedaulatan Rakyat, Idham Samawi menyambut baik akan hal tersebut. Ia berpesan agar para keturunan HB II mampu melanjutkan perjuangan para pendahulu.
Baca Juga: Guru Besar UGM Ungkap Gen Z Rentan Stres akibat Tekanan Kerja dan Tuntutan Digital
"Kita harus belajar dari keteladanan pemimpin masa lalu. Mereka mengedepankan kepentingan bangsa, bukan kelompok atau pribadi. Ulang tahun harus dimaknai sebagai wujud syukur dan pengejawantahan sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Segala sesuatu diawali dan diakhiri dengan ucapan doa pada Tuhan,” ujar Idham. (*3)