Pasraman Padma Bhuana Saraswati Kembangkan Model Pertunjukan Kolaborasi Gamelan Bali untuk Anak dan Remaja

Photo Author
- Kamis, 27 November 2025 | 14:45 WIB
Penampilan Kelompok Pasraman Padma Bhuana Saraswati di Solo. Foto: Ist
Penampilan Kelompok Pasraman Padma Bhuana Saraswati di Solo. Foto: Ist

YOGYA, KRJogja.com – Kelompok Pasraman Padma Bhuana Saraswati (PPBS) di Kelurahan Baciro, Kemantren Gondokusuman, menjadi ruang belajar kreatif bagi puluhan anak dan remaja yang tengah menggarap pertunjukan kolaboratif gamelan Bali bertajuk Rare Angon. Sejak Oktober 2025, siswa berusia 5–17 tahun rutin berlatih setiap Sabtu dan Minggu sebagai bagian dari Program Inovasi Seni Nusantara, pengabdian kepada masyarakat yang didanai Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

Program ini digagas tim dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang diketuai Dr. Sn. I Ketut Ardana, M.Sn., dengan anggota Dr. I Nyoman Cau Arsana, M.Hum., Dr. Trisna Pradita Putra, M.Sn., serta melibatkan mahasiswa Jurusan Karawitan dan Tari. Tim bersinergi dengan pelatih internal PPBS seperti Merina Rahayu, Palupi, Nyoman Srinasih, Kadek Dwi Santika, dan Ida Made Panji.

Program ini tak hanya mengajarkan teknik menabuh, tetapi juga mengembangkan model pertunjukan kreatif yang tetap berpijak pada nilai tradisi. PPBS diarahkan menjadi pusat inovasi seni kolaboratif bagi generasi muda kota.

Selain pendampingan, pasraman juga menerima hibah inventaris kesenian berupa seperangkat gong, kendang, tabuh gamelan, kostum, speaker, dan mikrofon. Selama ini PPBS belum memiliki peralatan memadai sehingga bantuan ini menjadi penguatan penting bagi keberlangsungan kegiatan.

Penyerahan hibah dilakukan 14 November 2025 oleh Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat ISI Yogyakarta, mewakili Ditjen Riset dan Pengembangan.

Ketut Ardana menegaskan bahwa gamelan Bali memiliki potensi besar sebagai ruang dialog seni lintas zaman.

“Melalui kolaborasi, anak-anak belajar bahwa gamelan tidak hanya hadir di pura atau upacara, tetapi juga bisa tampil di panggung nasional berdampingan dengan seni modern. Di situ mereka berlatih disiplin, percaya diri, dan peka terhadap keberagaman,” ujarnya.

Pertunjukan Rare Angon mengolah lagu-lagu sekar rare seperti I Gajah, Don Dap Dap e, dan Made Cenik menjadi medley yang dipadukan dengan puisi, gending tabuh gilak, genjek, kecak, serta instrumen modern seperti gitar dan bass.

Menurut Made Kurniasih, salah satu orang tua murid, materi sekar rare sangat berarti bagi keluarga Bali perantau.

“Lagu-lagu itu mengenalkan anak-anak pada akar leluhurnya. Mereka jadi tahu bahwa di balik tembang ada cerita dan nilai yang perlu dijaga, meski mereka lahir di Yogyakarta,” tuturnya.

Ketua PPBS, I Ketut Muwaranata, menilai program ini membuka ruang baru bagi anak-anak untuk berkarya sekaligus bersosialisasi.

“Pentas kali ini tidak hanya soal tampil di panggung, tetapi juga mengajak anak-anak mengapresiasi keanekaragaman dalam suasana saling menghargai,” katanya.

Puncak kegiatan diwujudkan dalam dua agenda penting yaitu pementasan perdana Rare Angon dalam Event “Bukan Musik Biasa” di Taman Budaya Jawa Tengah, Solo, pada 25 November 2025 dan tampil dalam ajang “Gelar Potensi Kesenian Masyarakat” Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Yogyakarta di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, 26 November 2025.

Keterlibatan mereka dalam kegiatan lintas iman ini diharapkan memperkuat nilai toleransi, dialog, dan penghargaan terhadap perbedaan sejak usia dini.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Agusigit

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X