Pola ‘Digital Lifestyle’ Tingkatkan Kerentanan

Photo Author
- Minggu, 14 Desember 2025 | 09:59 WIB
Kepala Pusat Studi Forensika Digital (Pusfid) FTI UII Dr Yudi Prayudi kepada media. Berbicara dalam tema ‘Kriminologi dan Digital Forensik: Memahami Kejahatan di Ruang Siber’, Dosen Jurusan Informatik (Istimewa )
Kepala Pusat Studi Forensika Digital (Pusfid) FTI UII Dr Yudi Prayudi kepada media. Berbicara dalam tema ‘Kriminologi dan Digital Forensik: Memahami Kejahatan di Ruang Siber’, Dosen Jurusan Informatik (Istimewa )

SLEMAN (KRJogja.com) - Ruang siber telah memudahkan komunikasi, transaksi, dan hiburan, namun juga membuka peluang kejahatan. Pola digital lifestyle masyarakat yang menyimpan data pribadi di ponsel, berbagi kehidupan di media sosial, dan menggunakan ratusan aplikasi turut meningkatkan kerentanan. Informasi yang dibagikan tanpa pikir panjang dapat dimanfaatkan untuk rekayasa sosial, peretasan, dan pencurian identitas. 

“Dan pelaku cybercrime memahami pola perilaku ini. Kemudian memanfaatkan untuk memanipulasi korban, menipu, atau mengambil alih akun,” ujar Kepala Pusat Studi Forensika Digital (Pusfid) FTI UII Dr Yudi Prayudi kepada media. Berbicara dalam tema ‘Kriminologi dan Digital Forensik: Memahami Kejahatan di Ruang Siber’, Dosen Jurusan Informatika FTI UII mengingatkan pentingnya pengembangan kompetensi di bidang kriminologi dan digital forensic. 

Dijelaskan, dalam konteks digital, kriminologi memberikan wawasan teoritis dan sosiologis yang diperlukan untuk memahami pola kejahatan siber, bagaimana pelaku memanfaatkan ruang siber, dan apa faktor-faktor sosial yang membuat masyarakat rentan terhadap penipuan atau manipulasi online. Sedang digital forensik adalah proses teknis yang meliputi identifikasi, pengumpulan, preservasi, analisis, dan presentasi bukti digital. Bukti digital dapat berasal dari ponsel, komputer, server, CCTV, aplikasi media sosial, hingga data cloud. 

Baca Juga: Tahun Baru Semakin Meriah dengan WILDOPIA di 1O1 STYLE Yogyakarta Malioboro

“Digital forensik menyediakan bukti konkret berupa jejak digital yang dianalisis secara ilmiah. Sementara itu, kriminologi menyediakan konteks mengapa dan bagaimana kejahatan digital terjadi. Tanpa pemahaman kriminologi tentang motivasi pelaku dan tanpa teknik digital forensik untuk mengungkap bukti, kejahatan seperti ini sulit diselesaikan,” jelas Dosen Jurusan Informatika FTI UII. 

Sinergi dua bidang ini lanjutnya membuka jalan baru dalam memahami kejahatan modern dan memastikan bahwa sistem hukum tetap bisa bekerja di dunia yang semakin terhubung secara digital.

Yudi mengakui bila Indonesia semakin sering berhadapan dengan kasus kebocoran data, penipuan daring, eksploitasi anak online, dan serangan ransomware. Untuk itu, negara membutuhkan sumber daya manusia yang mampu membaca dinamika sosial kejahatan sekaligus memahami aspek teknis bukti digital.

Baca Juga: Sekolah Berperan Penting Bangun Motivasi Belajar Siswa

Pengembangan kompetensi di bidang kriminologi dan digital forensik menjadi langkah strategis untuk memperkuat keamanan siber dan memastikan keadilan dapat ditegakkan di era digital. 

“Kebutuhan SDM dengan kompetensi ini mendsak dilakukan. Karena kejahatan digital bergerak cepat mengikuti perkembangan teknologi,” jelasnya. Maka dengan menggabungkan pemahaman manusia dari kriminologi dan kemampuan teknis dari digital forensik, masyarakat dan penegak hukum dapat menghadapi tantangan ini secara lebih efektif. (Fsy)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

X