Krjogja.com - PACITAN - Komunitas Ruang Film Pacitan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Pacitan resmi menggelar Festival Film Horor (FFH) 2025, festival film horor pertama di Indonesia, 12 Desember 2025, bertempat di Pantai Pancer Dorr, Pacitan.
FFH 2025 diinisiasi oleh Garin Nugroho, sutradara Indonesia yang sudah malang melintang di Festival-Festival Internasional.
Gelaran ini dihadiri lebih dari 1.000 pengunjung serta berhasil menyerap 285 film horor dari sineas di seluruh Indonesia. Tak heran jika FFH 2025 menjadi peristiwa yang bersejarah bagi Pacitan dan perfilman Indonesia.
Bersamaan dengan pembukaan di Pantai Pancer Dorr, FFH 2025 juga menggelar Workshop Keaktoran Film Horor di SMKN 1 Pacitan, dipandu oleh Whani Darmawan (pemeran, sutradara, dan sastrawan) dan Pritt Timothy (aktor senior).
Gelaran ini dihadiri lebih dari 1.000 pengunjung serta berhasil menyerap 285 film horor dari sineas di seluruh Indonesia. Tak heran jika FFH 2025 menjadi peristiwa yang bersejarah bagi Pacitan dan perfilman Indonesia.
Bersamaan dengan pembukaan di Pantai Pancer Dorr, FFH 2025 juga menggelar Workshop Keaktoran Film Horor di SMKN 1 Pacitan, dipandu oleh Whani Darmawan (pemeran, sutradara, dan sastrawan) dan Pritt Timothy (aktor senior).
Kegiatan ini diikuti pelajar SMKN 1 Pacitan sebagai bagian dari upaya pengembangan talenta muda di bidang perfilman.
Tak hanya memutar film-film horor berkualitas dari hasil kurasi dan penilaian dewan juri, acara FFH 2025 juga berhasil menyulap suasana Pancer Dorr yang kental dengan nuansa romantis menjadi penuh dengan antisipasi dan serius. Bagaimana tidak? Angin laut Selatan yang bertiup kencang, ditambah semburat kemerahan senja kala, sukses memberikan kesan redup dan hening khas adegan-adegan misterius di film horor.
Tak hanya memutar film-film horor berkualitas dari hasil kurasi dan penilaian dewan juri, acara FFH 2025 juga berhasil menyulap suasana Pancer Dorr yang kental dengan nuansa romantis menjadi penuh dengan antisipasi dan serius. Bagaimana tidak? Angin laut Selatan yang bertiup kencang, ditambah semburat kemerahan senja kala, sukses memberikan kesan redup dan hening khas adegan-adegan misterius di film horor.
Sementara itu, lampu-lampu yang dipasang temaram dan kursi-kursi yang ditata berjejeran secara rapat, memberikan kesan nostalgia akan suasana bioskop layar tancap di masa lampau. Para tamu undangan dari berbagai latar belakang seperti seni, budaya, ekonomi kreatif, hingga institusi daerah dan luar daerah, juga mulai berdatangan.
Acara pembukaan semakin meriah dengan alunan musik keroncong dari Keroncong Sinoman dan Keroncong Harmoni, menghadirkan nuansa nostalgia di tengah lanskap laut. Menjelang malam, suasana Pantai Pancer Dorr berubah dramatis.
Tak hanya rangkaian acaranya yang menarik, FFH 2025 juga kian istimewa dengan hadirnya sineas, kritikus, dan akademisi film profesional di Indonesia. Mewakili dari kalangan aktor, terdapat Siti Fauziah, pemeran Bu Tejo dalam Film Tilik. Ada pula perwakilan Sutradara Industri Film Indonesia, BW Purbanegara dan Hestu Saputra.
Kemudian Sutradara, Pengkaji Film dan Dosen IKJ, Erina Adeline. Kritikus Film Nasional dan Dosen Binus, Ekky Imanjaya. Para dosen dan pengkaji film Novi Kurnia (UGM), Putri Nugrahaning (ISI Solo), Ardi Chandra (ISI Solo), dan Pius Rino (ISI Jogja). Hadir pula Inisiator dan penasihat festival Ong Hari Wahyu budayawan, seniman dan pengarah artistik film senior Indonesia.
Acara ini juga sukses digelar berkat dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak, seperti Akhmad Yani dari JAFF Community Forum dan Setawijaya dari Omah Jayeng & Garin Art Lab, yang juga turut hadir dan intens dalam pembukaan festival sampai penyelenggaraan. Pun hadir Dennis Adhiswara, selaku Public Lecture FFH artis senior, dan produser film di Tanah Air.
Direktur Festival FFH 2025, Idham Nugrahadi, menyampaikan sambutan pembukaan, disusul orasi video dari Garin Nugroho selaku Festival Board FFH 2025 yang menyampaikan apresiasi dan antusiasme atas terselenggaranya festival film horor pertama di Indonesia. Garin menuturkan bahwa FFH tidak hanya acara festival yang berpusat pada pemutaran film saja, namun ada banyak makna dalam film horor yang sangat berkaitan erat dengan masyarakat dan budaya Indonesia.
"Festival Film Horor bukanlah sekedar festival tentang film. Film horror merefleksikan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dari masalah adat istiadat, foklor, legenda, religi-bahkan juga cara berpikir, bergaya hidup, dan bertindak dari masyarakat Indonesia. Terbukti jumlah film horor telah mencapai 70 persen dari (total) film Indonesia, dan tentu saja itu menjadi pendukung terbesar dari (industry) film Indonesia," ungkap Garin dalam siaran tertulis, Senin (15/12/2025).
Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayu Aji, turut berharap FFH 2025 menjadi ruang penting bagi perfilman Indonesia yang dimulai dari daerahnya. Menjadi yang pertama di Indonesia, FFH 2025 menjadi momentum penting yang menegaskan bahwa film horor tidak hanya memiliki fungsi hiburan saja.
"Namun, film horor dapat juga menjadi medium refleksi dan kritik sosial budaya. Dari bibir laut Pacitan, Festival Film Horor membuka ruang baru bagi sinema Nusantara untuk tumbuh, berani dan berakar pada cerita kultur lokal," tandas Indrata. (Fxh)
Acara pembukaan semakin meriah dengan alunan musik keroncong dari Keroncong Sinoman dan Keroncong Harmoni, menghadirkan nuansa nostalgia di tengah lanskap laut. Menjelang malam, suasana Pantai Pancer Dorr berubah dramatis.
Tak hanya rangkaian acaranya yang menarik, FFH 2025 juga kian istimewa dengan hadirnya sineas, kritikus, dan akademisi film profesional di Indonesia. Mewakili dari kalangan aktor, terdapat Siti Fauziah, pemeran Bu Tejo dalam Film Tilik. Ada pula perwakilan Sutradara Industri Film Indonesia, BW Purbanegara dan Hestu Saputra.
Kemudian Sutradara, Pengkaji Film dan Dosen IKJ, Erina Adeline. Kritikus Film Nasional dan Dosen Binus, Ekky Imanjaya. Para dosen dan pengkaji film Novi Kurnia (UGM), Putri Nugrahaning (ISI Solo), Ardi Chandra (ISI Solo), dan Pius Rino (ISI Jogja). Hadir pula Inisiator dan penasihat festival Ong Hari Wahyu budayawan, seniman dan pengarah artistik film senior Indonesia.
Acara ini juga sukses digelar berkat dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak, seperti Akhmad Yani dari JAFF Community Forum dan Setawijaya dari Omah Jayeng & Garin Art Lab, yang juga turut hadir dan intens dalam pembukaan festival sampai penyelenggaraan. Pun hadir Dennis Adhiswara, selaku Public Lecture FFH artis senior, dan produser film di Tanah Air.
Direktur Festival FFH 2025, Idham Nugrahadi, menyampaikan sambutan pembukaan, disusul orasi video dari Garin Nugroho selaku Festival Board FFH 2025 yang menyampaikan apresiasi dan antusiasme atas terselenggaranya festival film horor pertama di Indonesia. Garin menuturkan bahwa FFH tidak hanya acara festival yang berpusat pada pemutaran film saja, namun ada banyak makna dalam film horor yang sangat berkaitan erat dengan masyarakat dan budaya Indonesia.
"Festival Film Horor bukanlah sekedar festival tentang film. Film horror merefleksikan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dari masalah adat istiadat, foklor, legenda, religi-bahkan juga cara berpikir, bergaya hidup, dan bertindak dari masyarakat Indonesia. Terbukti jumlah film horor telah mencapai 70 persen dari (total) film Indonesia, dan tentu saja itu menjadi pendukung terbesar dari (industry) film Indonesia," ungkap Garin dalam siaran tertulis, Senin (15/12/2025).
Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayu Aji, turut berharap FFH 2025 menjadi ruang penting bagi perfilman Indonesia yang dimulai dari daerahnya. Menjadi yang pertama di Indonesia, FFH 2025 menjadi momentum penting yang menegaskan bahwa film horor tidak hanya memiliki fungsi hiburan saja.
"Namun, film horor dapat juga menjadi medium refleksi dan kritik sosial budaya. Dari bibir laut Pacitan, Festival Film Horor membuka ruang baru bagi sinema Nusantara untuk tumbuh, berani dan berakar pada cerita kultur lokal," tandas Indrata. (Fxh)