Tidur bersama tumpukan sampah sudah menjadi keseharian Suratmini (52) melewati malam panjangnya. Maklum saja, gubug kecil kediamannya selain sebagai rumah juga dijadikan tempat menyimpan barang rosok yang dikumpulkannya. Suratmini ingin hidup layak seperti warga umumnya, namun apa daya sebagai pemulung ia tak bisa berbuat banyak untuk mengubah nasib. Program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) Reguler ke-111 yang dilaksanakan Kodim 0734 Yogyakarta menghidupkan asa Suratmini. Rumah layak huni yang lama diimpikan itu akhirnya terwujud.
Hangatnya sinar matahari pagi mengintip dari sela-sela dinding rumah Suratmini yang tinggal di Kampung Gampingan RT.48/RW.11 Pakuncen Wirobrajan Yogyakarta. Tak ada jam dinding sebagai penunjuk waktu di rumah terbuat dari kayu yang sudah lapuk termakan usia tersebut. Hanya kokok ayam saja dijadikan Suratmini sebagai penanda jika hari telah menjemput pagi.
Sesekali janda satu anak ini menyingkirkan sampah-sampah di dekat peraduannya yang hanya beralaskan tikar itu. Rumah kecil berukuran kurang lebih 4 x 3 meter ini merupakan satu-satunya harta yang dimiliki Suratmini warisan dari sang suami, Sariman.
Di rumah yang hanya berjarak sekitar 5 meter dari Sungai Winongo itu Suratmini tinggal bersama anaknya yang masih duduk di bangku SMP. Setelah ditinggal Sariman yang meninggal dunia 5 tahun lalu, praktis Suratmini kini menjadi penopang kehidupan anaknya.
Setiap hari wanita tua yang mata sebelah kirinya tak bisa melihat itu menyusuri jalan Kota Yogyakarta untuk mengais sampah. Limbah yang bagi sebagian orang merupakan barang tak bernilai, tapi bagi Suratmini itu merupakan sumber kehidupannya.
Berbagai sampah ia pungut, namun botol plastik bekas minuman merupakan barang yang paling memiliki nilai jual. Sebanyak 1 kilogram botol sampah oleh pengepul akan diharga Rp 2.500, dimana rata-rata dalam satu hari ia berhasil mengumpulkan 2 kilogram.
“Tiap hari dapatnya tidak menentu, paling Rp 5.000. Yang penting hasilnya bisa untuk makan saja itu sudah cukup. Sampah saya kumpulkan dulu di sini, baru setelah banyak ditimbang ke pengepul di wilayah Kadipiro,†ungkap Suratmini.
Seperti hari yang lain, pagi itu Suratmini bersiap memulai rutinitasnya. Karung bekas wadah beras siap dibawanya, tak lupa masker kain juga diraihnya untuk dikenakan lansia yang telah dua kali menjalani vaksinasi ini.
Ia sadar pandemi masih belum mau beranjak dari negeri. Memakai masker saat ini menurutnya merupakan jalan terbaik agar tak tertular virus mematikan yang namanya ia dengar dari perbincangan para tetangga disebut sebagai Covid-19.
Sandal jepit tua setia menemani langkah Suratmini menyusuri gang-gang sempit di Kampung Gampingan. Jalan berukuran hanya sekitar 1 meter inilah yang menjadi satu-satunya akses Suratmini menembus keramaian Kota Yogyakarta.
Namun tiba-tiba perjalanannya terhenti, derap langkah tegap satu pleton prajurit TNI membuatnya harus menepi. Tak biasanya Suratmini melihat pemandangan itu, yang ia tahu prajurit berbaju loreng hanya akan menenteng senapan untuk maju ke medan perang dan bukan untuk mendatangi perkampungan.
Suratmini bersama Baninsa Koramil 10 Wirobrajan, Serma Isdi Untoro.
Rasa penasaran menghinggapi Suratmini. Ia akhirnya mengurungkan niat untuk mencari sampah pagi itu, Suratmini lebih memilih berbalik arah mengikuti barisan sekitar 30 prajurit yang terus bergerak menuju ke arah timur.