yogyakarta

PN Yogya Didesak Bebaskan Suwarsi Dkk

Sabtu, 13 April 2019 | 15:15 WIB
Terdakwa kasus penggelapan asal-usul (berpakaian putih) saat sebelum sidang di PN Yogyakarta (Harminanto)

YOGYA, KRJOGJA.com - Tim penasihat hukum Suwarsi dan kawan-kawan (dkk) memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jogja membebaskan kliennya dari segala tuntutan hukum atas tuduhan penggelapan asal usul sebagaimana diatur dalam pasal 277 ayat (1) jo pasal 55 KUHPidana. Suwarsi bersama tujuh orang keturunan GKR Pembayun alias Waluyo alias Sekar Kedhaton, putri Susuhunan Paku Buwono X dengan GRAj Moersoedarinah atau GKR Hemas dituntut jaksa penuntut umum (JPU) hukuman antara 1,5 tahun hingga 2 tahun.

Suwarsi dkk didakwa menggelapkan asal usul keluarga Munier Tjakraningrat yang juga mengklaim sebagai keturunan Pembayun. Namun di persidangan terungkap, bukti-bukti yang dimiliki Munier ternyata hanya fotokopi.

“Tidak ada yang asli. Dapatkah Akta otentik dikalahkan oleh surat fotokopi,” ungkap Bambang Hadi Supriyanto yang menjadi koordinator tim penasihat hukum Suwarsi dkk di PN Yogyakarta Jumat (12/4/2019). 

Sembilan advokat itu terdiri atas Bambang Hadi Supriyanto SH, Dr Song Sip SH MH, Wahyu Winarto SH, Slamet Mulyadi SH MH dan Ibnu Wisuko SH. Kemudian Arlen Purba SH, Burmawi Kohar SH, Arkan Cikwan SH serta Sri Kalono SH, MSi. Bukti yang dimiliki Munier itu  berbanding terbalik dengan bukti-bukti kliennya yakni Suwarsi sebagai anak Pembayun dibuktikan dengan surat nazab nomor 127/D/III dari Raad Igama Surakarta atau Pengadilan Agama Surakarta 12 September 1943.

Di Nazab itu, tertulis Pembayun merupakan anak Malikoel Kusno, nama kecil Paku Buwono X dengan GRAj Moersoedarinah yang nantinya bergelar GKR Hemas. Pembayun menikah dengan RM Wugu Harjo Sutirto dari Kadipaten Madura yang dari perkawinan tersebut melahirkan Gusti Raden Ayu Koessoewarsiyah alias Suwarsi.

Keaslian nazab itu dikuatkan dengan keterangan ahli Wildan Suyudi Mustofa, mantan ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah itu menegaskan, Vonnis Raad Igama Surakarta Nomor 127/D/III Tahun 1943 adalah benar. Di depan sidang dia mengatakan sering melihat dokumen seperti itu di Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI.

Lebih jauh Bambang mengatakan, tuduhan penggelapan asal usul tidak lebih sebagai upaya kriminalisasi terhadap kliennya. Sebab, kasus itu tidak terkait langsung dengan perkara pokoknya berupa sengketa tanah bandara berikut ganti rugi sebesar Rp 701 miliar.

Halaman:

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB