YOGYA, KRJOGJA.com – Ada beberapa ciri-ciri awal seseorang dapat menjadi seorang pelaku kekerasan dalam pacaran, yaitu adanya sikap cemburu buta, pengekangan, serta menunjukkan sikap sering mengatur terhadap pasangannya.mHal tersebut bisa dikarenakan adanya kekosongan pemahaman pelaku terhadap definisi cinta itu sendiri.
Hal tersebut diungkapkan Dra Titik Muti'ah MA PhD, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sarjawiyata Tamansiswa di acara Talk Show bertajuk "Dating Violence: Mitos atau Fakta?" Senin (17/12/2018) di Universitas Cokroaminoto Yogyakarta. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Yayasan Sahabat Anak, Perempuan, dan Keluarga (SAPA) melalui Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) SAPA bekerja sama dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (Dema FH UCY).
Selain Dra Titik Muti'ah MA PhD, hadir sebagai narasumber lain Ramadhany Rahmi SIP (Pendamping Penyitas Perempuan dan Juru Bahasa Isyarat), dan Andrie Irawan SH MH (Dosen Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta sekaligus Advokat dan Direktur PKBH SAPA).
Menurut Titik Muti’ah yang juga konselor psikologi di PKBH SAPA bahwa sebaiknya  remaja harus mulai menggali lagi, sebenarnya cinta yang murni adalah cinta yang ia dapat pertama kali, yaitu cinta dari orang tuanya. Maka remaja harus mampu mengidentifikasikan bahwa yang menyakiti bukanlah cinta.
Dia juga menjelaskan mengenai siklus kekerasan dalam pacaran terjadi, dimulai dari fase bulan madu, yaitu hubungan terlihat masih baik-baik saja. Berlanjut pada fase ketegangan, yaitu fase hubungan yang mulai muncul perdebatan dan pertengkaran.
Fase ketiga adalah fase terjadinya kekerasan yaitu salah satu pasangan melakukan kekerasan terhadap lainnya. Kemudian fase penyesalan atau permohonan maaf. Siklus tersebut akan selalu berulang, ajeg, dan sangat mudah ditebak.Â
"Maka, jika di antara mahasiswa merasa dalam hubungannya sudah menunjukkan gejala seperti itu, sebaiknya dipikirkan kembali, apakah hal tersebut patut dipertahankan atau tidak. Karena, sorry is not enough," ungkapnya dalam siaran pers yang diterima KRJogja.com, Selasa (18/12/2018).
Acara tersebut membahas mengenai kekerasan dalam pacaran, bagaimana praktik penegakkan hukumnya, serta kekerasan dalam pacaran dilihat dari sisi psikologis korban serta pelaku. Selain dihadiri oleh mahasiswa hukum dan umum se DIY, lembaga pengadaan layanan baik dari pemerintah maupun masyarakat, lembaga bantuan hukum, aparat penegak hukum dan komunitas penggiat isu perempuan dan anak, acara tersebut dihadiri oleh para teman-teman tuli yang tentunya dalam acara ini disediakan penerjemah juru bahasa isyaratnya.