PASANGAN Hidayat (57)-Titiek Sayekti (53)  meski rasa lelah masih menyelimuti tetap bersemangat. Senyum terus mengembang dari bibir keduanya saat berbincang dengan KRjogja.com  di kediamannya Jalan Imogiri Barat No 18 KM 8 Bantul, Rabu (07/09/2016) sore. Insiden paspor palsu terkait rencana perjalanan jemaah calon haji WNI yang menggunakan paspor dan visa Filipina diceritakan dengan lugas keduanya dalam kesempatan tersebut.Â
Pasangan Hidayat-Titiek Sayekti merupakan dua jemaah calon haji asal DIY yang masuk dalam daftar 177 jemaah calon haji WNI yang diketahui akan berangkat ke tanah suci melalui Filipina. Mereka kedapatan menggunakan visa dan paspor ilegal sehingga harus berurusan dengan pihak imigrasi pemerintah Filipina sehingga batal berangkat ibadah haji.
"Pada 23 Mei saya diminta ke Filipina oleh travel haji untuk mengurus visa. Saat pulang ke Indonesia saya sudah putuskan tidak akan berangkat karena tidak sesuai yang saya harapkan. Tapi atas dukungan keluarga, akhirnya pada 5 Agustus baru saya bulatkkan niat berangkat meski harus lewat Filipina," tutur Hidayat didampingi sang istri mengawali pembicaraan.
Sebenarnya Hidayat dan istrinya sudah mendaftar Haji Plus dengan biaya sekitar Rp 150 juta pada 2014 lalu melalui travel perjalanan haji di Palembang yang dikatakannya cukup besar. Ia bahkan menyebut hingga kejadian yang menimpanya, tidak pernah ada masalah dari biro haji tersebut. Sehingga ketika ia dinyatakan berangkat pada 2016, Hidayat meyakini bahwa dirinya bisa menunaikan ibadah haji tahun ini.
"Secara jelas saya tidak sebut nama karena sudah ada kesepakatan untuk pengembalian biaya. Tapi yang jelas, dari travel tersebut menitipkkan ke biro-biro lain sehingga ujungnya kami harus berangkat dari Filipina," ucap pria asal Sumbawa ini.
Setelah memutuskan tetap berangkat, seperti biasanya ia menggelar Pengajian Pamitan Haji. Baru pada 17 Agustus ia berangkat ke Filipina. Rencananya keesokan harinya rombongan yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia tersebut akan diberangkatkkan ke tanah suci.Â
"Waktu itu kumpul di hotel. Paspor Indonesia diminta, sedang kami dikasih paspor khusus haji Filipina dari daerah Zulu yang hanya sekali pakai dan visa. Saat cek in di bandara, ternyata diketahui pihak imigrasi. Ketika kami diajak bicara Bahasa Tagalog tidak bisa, langsung kami satu rombongan dibawa ke penjara di Filipina dibagi dalam 4 bus," ucap Hidayat.
Setidaknya seminggu 177 jemaah tersebut hidup di balik jeruji besi. Untuk pria, ditempatkan dalam satu ruangan yang cukup sempit berisi 8 orang. Dalam ruangan tersebut hanya ada satu kamar mandi kecil tanpa alas. Bahkan mereka hanya mengenakan pakaian yang sama ketika diperiksa di bandara karena barang lainnya sudah lebih dulu diterbangkan ke tanah suci.