yogyakarta

Sadar Prinsip 'Trikon', Tidak Kehilangan Arah Perjuangan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 08:35 WIB
Prof Dr Soetaryo (kanan) di forum Rerasan Rebo Wagen - UST Yogyakarta. ( Foto - Jayadi Kastari)

 

Krjogja.com - YOGYA - Ki Hadjar Dewantara (KHD) memiliki 3 prinsip 'Trikon' yakni Kontinyu/kontinuitas (berkesimbungan), Konvergensi (mengambil dari berbagai sumber) dan konsentris (tetap berdasarkan karakter budaya sendiri).

"Prinsip Trikon sebenarnya membangun kesadaran masa lalu, masa kini dan masa datang agar tidak kehilangan arah perjuangan," kata Prof Dr dr Soetaryo SpA(K), Pinisepuh Majelis Luhur Tamansiswa dalam Centre of Excelence (CoE) Ki Hadjar Dewantara Fakultas Teknik Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta di Kampus Pusat UST, Jalan Batikan Umbulharjo Kota Yogyakarta, Rabu (09/10/2024).

Kegiatan 'Rerasan Rebo Wagen' bertema 'Pancadharma Tamansiswa' untuk Menyongsong Pengusulan Pencatatan Ajaran Ki Hadjar Dewantara sebagai 'Memory of The World UNESCO' dibuka Rektor UST Prof Pardimin MPd PhD. Hadir dan memberi sambutan Dr Saur Panjaitan XIII selaku Ketua Yayasan Sarjanawiyata Tamansiswa. Hadir pula Dr Iskandar Yasin ST MT (Dekan Fakultas Teknik UST Yogyakarta).

Baca Juga: Polda DIY - Polres Kulonprogo, FPMI Gelar Baksos dan Deklarasi Pilkada Damai

Menurut Soetaryo, prinsip Trikon sebenarnya mengajarkan bahwa kesinambungan, keterbukaan dari berbagai sumber, kemudian fokus perjuangan ke masa depan sangatlah penting. "Perubahan berlangsung begitu cepat dalam berbagai bidang kesenian, kebudayaan dan bidang lain, termasuk juga organisasi, badan perjuangan seperti Tamansiswa harus terus melakukan kajian dan direalisasikan," ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM.

Begitu juga dengan Asas Tamansiswa yang bernama Pancadarma Tamansiswa berisi kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusian menjadi fokus garis perjuangan masa lalu, masa kini dan mendatang secara berkesimbungan serta visioner.

Baca Juga: Susetya Kusuma Dwi Hartanta Resmi Jabat Ketua DPRD Boyolali

Sebelumnya, Prof Pardimin MPd PhD saat membuka kegiatan mengatakan, kajian-kajian seperti 'Rerasan Rebo Wagen' , kajian-kajian sudah saatnya terus diadakan. "UST mendukung forum dan kajian seperti ini. Tujuannya apa? Forum seperti menjadi media mawas diri. Tamansiswa luar biasa di masa lalu, bagaimana dengan sekarang dan mendatang? Tamansiswa harus berani mawas diri, kemudian melakukan langkah strategis," ucapnya.

Kajian-kajian yang argumentatif sangat dibutuhkan agar pemikiran visioner tidak dilupakan, tidak mengalami stagnasi. "Beda pandangan, pikiran tidak masalah tujuan untuk kebaikan dan kemajuan. Dari kajian langkah berikutnya ada tindaklanjut nyata," tandasnya.

Baca Juga: KBMKB ke-XXV Berhasil Bangun Talud dan Betonisasi Jalan

Sedangkan Saur Panjaitan XIII secara singkat, sependapat bahwa kajian-kajian dari berbagai didisiplin ilmu dengan pemikiran tokoh-tokoh Tamansiswa memang perlu diadakan secara berkala. Kajian itu mempertajam perspektif berbagai persoalan yang aktual, kontekstual. Setelah ada kajian, langkah selanjutkan direalisasikan, seperti pandangan Tamansiswa Tringa, yakni ngerti, ngrasa dan nglakoni. "Setelah mengerti, merasakan dan dilakukan langkah terbaik." tuturnya. (Jay).

Tags

Terkini