yogyakarta

Pameran Seni Hendy: "My Life Line," Ekspresi Kegelisahan dan Keindahan Laut

Rabu, 20 November 2024 | 08:15 WIB

YOGYA, KRJogja.com – Perupa asal Yogyakarta, Norman Hendrasyah atau akrab disapa Hendy, menorehkan jejak penting dalam perjalanan karier seninya melalui pameran tunggal bertajuk *My Life Line*. Pameran ini berlangsung di G-Print Making Art Studio, Jalan Letjend Suprapto 40, Ngampilan, Yogyakarta, mulai 8 hingga 17 November 2024, menampilkan 17 lukisan penuh makna.

Mengusung narasi pengalaman pribadi dan isu lingkungan, karya Hendy menonjolkan perpaduan keindahan alam dengan kegelisahan mendalam terhadap kerusakan lingkungan, terutama ekosistem laut. Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah **"Perempuan Bersayap"** (120x150 cm, pensil di atas kanvas), yang menggambarkan kelembutan perempuan dengan sentuhan metafora sayap. Karya lainnya seperti **"Sineet Pelagic"** (120x150 cm, akrilik di atas kanvas) dan **"Journey"** (80x100 cm, mixed media) menyuarakan keindahan laut yang terancam oleh polusi.

Hendy, yang lahir di Kediri, Jawa Timur, pada 8 November 1968, adalah lulusan Desain Interior ISI Yogyakarta. Ia memulai perjalanan seni lukisnya secara serius sejak 2010, memadukan tema-tema personal dengan kritik sosial. Karya-karyanya telah ditampilkan dalam berbagai pameran seni bergengsi seperti **Bentang Harmony di Polres Bantul (2024)**, **International Art Exhibition di Jogja Gallery (2023)**, dan **Gugur Gunung di Dinas Kebudayaan Yogyakarta (2022)**.

Dalam pameran ini, Hendy mencerminkan perjalanan gagasan artistiknya, mulai dari ketertarikan terhadap keindahan tubuh perempuan hingga kritik terhadap pencemaran laut. Menurut Insanul Qisti Barriyah, pengajar Seni Rupa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, "Karya Hendy adalah refleksi pengalaman yang mendalam, mengajak kita untuk tidak hanya menikmati seni, tetapi juga merenungkan tanggung jawab terhadap lingkungan."

Seni Sebagai Kritik Sosial
Hendy mengangkat isu pencemaran laut setelah pengalaman pribadinya memancing di pantai yang tercemar. Botol plastik, jaring ikan bekas, dan limbah lainnya yang berserakan di pantai menjadi sumber inspirasi dan kegelisahan. Hal ini ia tuangkan dalam karya seni rupa yang menggambarkan keindahan ekosistem laut sekaligus menjadi kritik terhadap kerusakan lingkungan.

Menurut Joko "Gundul" Sulistiyono, seorang perupa Yogyakarta, "Pameran *My Life Line* adalah tonggak sejarah bagi Hendy. Ia berhasil mengubah kegelisahannya terhadap pencemaran lingkungan menjadi karya seni yang penuh makna dan tetap realistis dalam tekniknya."

Dukungan Akademis dan Seni Berkelanjutan
Dalam pameran ini, Hendy juga mendapatkan apresiasi dari komunitas seni dan akademisi. Sebagai perupa yang konsisten, ia terus menjaga teknik realistis dalam setiap karyanya. Kurator seni menilai bahwa Hendy mampu menginspirasi masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan melalui medium seni.

Hendy tidak hanya berfokus pada karya seni visual, tetapi juga berusaha membangun kesadaran lingkungan. Hal ini sejalan dengan tren global, di mana seni rupa semakin sering digunakan untuk menyuarakan isu-isu kritis.

Inspirasi dari Sosok Master
Pameran ini juga mengingatkan pada semangat tokoh seni seperti Ai Weiwei, yang sering menggabungkan seni dan aktivisme. Dalam konteks Indonesia, Hendy menjadi salah satu dari sedikit perupa yang berani mengangkat isu lingkungan dengan cara yang estetis namun tetap menghentak.

Bagi Anda yang tertarik menikmati seni sekaligus memahami isu lingkungan, pameran *My Life Line* adalah destinasi yang tepat. Mari mendukung seni yang tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga menyentuh hati dan membangkitkan kesadaran. (Chil)

 

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB