yogyakarta

Menyikapi Tarif Timbal Balik AS, Penting Perlindungan untuk Industri Alkes

Senin, 5 Mei 2025 | 18:45 WIB
Narasumber FGD saat memberikan keterangan pers. (Foto: Devid Permana)

Krjogja.com - YOGYA - Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia seyogyanya tetap memprioritaskan perlindungan untuk industri alkes dalam negeri dalam menghadapi tekanan tarif timbal balik (reciprocal tarif) yang diterapkan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS).

Ketua Umum Aspaki, Imam Subagyo SE menuturkan penerapan tarif timbal balik merupakan inisiatif pemerintah AS untuk melindungi kepentingan negaranya (secara khusus untuk mengembalikan industri ke negaranya). Karena itu Pemerintah Indonesia juga seyogyanya memiliki sudut pandang yang sama (yaitu memprioritaskan perlindungan kepada industri dalam negeri) dalam menyikapi masalah ini.

Baca Juga: Di Kawasan Pesisir Selatan Kulonprogo Hanya Satu EWS Bencana Tsunami yang Berfungsi

Menurutnya, pelaku usaha alkes sudah tertempa oleh berbagai masalah selama puluhan tahun. Karena itu masalah tarif ini tidak mengejutkan bagi pelaku usaha, apalagi tarif ini dikenakan bukan saja kepada Indonesia tetapi kepada semua mitra dagang AS.

"Saat ini, kami menunggu tindakan yang akan diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam menyikapi 'ancaman' ini. Kami ingin memberikan beberapa masukan kepada pemerintah," katanya dalam FGD bertajuk 'Kajian Dampak Pelonggaran Kuota Impor, Pertek dan TKDN terhadap Perkembangan Industri Alat Kesehatan Nasional' di Gedung Penelitian dan Pengembangan FK-KMK UGM, Senin (5/5/2025).

FGD ini digelar oleh Aspaki dan Himpunan Pengembangan Ekosistem Alat Kesehatan Indonesia (Hipelki) bersama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM.

Baca Juga: Tarif BRT Trans Jateng Naik, Tarif Khusus Justru Turun

Ketua Umum Hipelki, dr Randy H Teguh MM menekankan bahwa ketahanan dan kemandirian alkes tidak saja penting untuk ketahanan kesehatan tetapi juga untuk ketahanan bangsa dan negara secara umum, termasuk ketahanan ekonomi.

Sementara itu, pakar kebijakan kesehatan sekaligus Guru Besar FK-KMK UGM, Prof dr Laksono Trisnantoro MSc PhD mengatakan ada ketimpangan mendasar antara permintaan teknologi kesehatan canggih dengan kemampuan pembiayaan sistem kesehatan di Indonesia. Rumah sakit terus didorong mengadopsi teknologi modern, namun tarif JKN sering tidak mencukupi untuk menutupi biaya investasi dan operasionalnya. (Dev)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB