Ia juga menyinggung pentingnya kolaborasi antara dinas, akademisi, dan masyarakat. Salah satu bentuk dorongan yang kini sedang dikaji adalah insentif bagi desa wisata yang mengusung narasi geologi dan sejarah.
Uniknya, diskusi ini membuka cakrawala baru: bahwa pelestarian tak bisa hanya didekati dari satu bidang. Kliripan adalah titik temu antara geologi, sejarah kolonial, antropologi, hingga strategi pengembangan wilayah.
“Bayangkan jika kita bisa membuat pusat informasi interaktif di Kliripan, menggabungkan peta endapan, cerita warga, dan arsip sejarah. Anak-anak sekolah bisa belajar sambil menjelajah,” tutur Gazali, membayangkan sinergi antara edukasi, digitalisasi, dan konservasi.
Diskusi ditutup dengan refleksi kritis: pelestarian situs bukan sekadar soal dana atau niat baik, melainkan keberanian untuk menjaga ruang yang telah lama terabaikan.
Baik DPRD, pemerintah daerah, maupun komunitas akademik sepakat bahwa pengembangan geowisata Kliripan harus dilakukan secara holistik—berbasis data, berorientasi edukasi, dan menghargai nilai sejarah lokal.
Sebagaimana mangan pernah menjadi komoditas penting di masa lalu, situs ini pun bisa menjadi "tambang baru"—bukan tambang fisik, tetapi tambang pengetahuan, pengalaman, dan identitas.
Podcast Sapa Infrastruktur EPS 4 tersedia di platform audio dan kanal YouTube resmi Kementerian PUPR, Bapperida DIY dan Youtube Kedaulatan Rakyat TV. Saksikan untuk mendengar lebih dalam bagaimana geowisata bisa menjadi jembatan antara warisan dan masa depan. (*)