yogyakarta

Toples dan Kompor yang Menyalakan Kesadaran Lingkungan di Yogyakarta

Senin, 28 Juli 2025 | 17:13 WIB
Bantuan kompor portable untuk pengembangan ekoenzim (Foto Istimewa)

Krjogja.com - YOGYAKARTA – Aroma fermentasi lembut tercium di sudut-sudut gang RW 11, Kelurahan Bausasran, Kecamatan Danurejan. Di antara lorong sempit permukiman padat, toples-toples plastik berisi potongan buah dan cairan kecokelatan berjejer rapi. Warga menyebutnya ekoenzim, cairan hasil fermentasi limbah organik yang bisa digunakan sebagai pupuk, disinfektan, hingga pembersih lantai.

Perubahan ini tak lahir tiba-tiba. Banyak warga awalnya ragu, terutama para ibu rumah tangga. “Kami pikir ini rumit, butuh alat khusus, dan pengetahuan yang sulit,” ungkap Bu Wati, salah satu warga. Namun semuanya berubah sejak tim pengabdian masyarakat dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara datang membawa pelatihan dan alat sederhana seperti ember, kompor listrik, hingga toples plastik.

Pelatihan ini diikuti 30 warga, terdiri dari ibu rumah tangga dan remaja. Mereka belajar cara mencacah limbah buah, mencampur air dan gula merah, serta menutup rapat wadah fermentasi. Meski prosesnya memakan waktu tiga bulan, warga tetap antusias. “Dulu limbah dapur langsung kami buang. Sekarang malah kami rawat dan nantikan hasilnya,” ujar Andi, remaja 17 tahun.

Baca Juga: Senam untuk Lansia Bermanfaat tapi Jangan Salah Gerak, Untar Hadirkan Instruktur SSI

Lebih dari sekadar keterampilan teknis, kegiatan ini menyatukan warga dalam solidaritas lingkungan. Mereka membentuk tim kecil untuk mengelola proses fermentasi dan mendistribusikan hasilnya. Kompor portabel yang dulu hanya jadi alat masak, kini jadi simbol perubahan: dari ketergantungan menjadi kemandirian.

Bahkan, dari aktivitas kecil ini lahir gagasan baru. Beberapa warga mulai merintis usaha sabun dan cairan pembersih berbasis ekoenzim untuk pasar lokal. “Kalau bisa jadi usaha, kenapa tidak?” ujar Bu Sari sembari tersenyum bangga melihat fermentasi hasil tangannya.

Menurut tim pengabdian, program ini bukan hanya soal pengelolaan limbah, melainkan tentang membangun pola pikir baru. “Kami ingin mengubah cara pandang warga tentang sampah. Bahwa dari sisa dapur pun bisa lahir nilai ekonomi dan kebermanfaatan,” jelas Doddy Salman, dosen pelaksana program.

Di tengah padatnya kawasan perkotaan Yogyakarta, gerakan lingkungan ini tidak dimulai dari teknologi canggih atau jargon besar. Ia lahir dari ember plastik, toples bekas, kompor portabel, dan semangat gotong royong untuk menjaga bumi—satu tetes ekoenzim dalam satu langkah kecil perubahan.(*)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB