Krjogja.com - YOGYA - Program School-based Mental Health Indonesia (SBMH) mempresentasikan urgensi peningkatan kesehatan mental bagi remaja. Program ini berjalan selama dua tahun dan kini memasuki tahun ketiga. Untuk keperluan sosialisasi, pelaporan, serta diseminasi program, Tim Program School-based Mental Health Indonesia (SBMH) melaksanakan Stakeholder Meeting bertema “Connect to Care: Sinergi Peningkatan Kesehatan Mental di Sekolah dan Masyarakat”.
Kegiatan Stakeholder Meeting yang dilaksanakan di Sleman, Rabu (27/08/2025) tersebut mempertemukan pegiat kesehatan mental lintas sektor. Program SBMH diinisiasi oleh Lembaga Advokasi Keluarga Indonesia (LAKI) dan Yayasan Rumpun Nurani telah berjalan di dua sekolah menengah yang menjadi sekolah percontohan yakni SMA BIAS dan SMA Negeri 1 Sleman.
Proses yang dilakukan oleh Tim SBMH adalah melakukan screening awal, intervensi, serta monitoring dan evaluasi. Jumlah siswa yang diintervensi adalah 825 siswa beserta dengan orang tua dan 60 guru di kedua sekolah.
Baca Juga: Merasa Diingkari Janji Nikah, Warga Kembaran Adukan Kasus ke Klinik Hukum Peradi SAI
Pada screening awal, ditemukan bahwa siswa terindikasi mengalami kecemasan dan depresi pada tingkat sedang hingga tinggi. Permasalahan terbesar yang dihadapi oleh siswa meliputi masalah keluarga, personal, hingga akademik.
"Guru dan orang tua merasa sudah memberikan dukungan yang cukup untuk anak. Namun, siswa merasa bahwa mereka belum mendapatkan dukungan yang dibutuhkan," kata Rennta Chrisdiana selaku project leader.
Setelah mendapatkan hasil screening awal, Tim SBMH melakukan intervensi dengan pendekatan multi-tiered yaitu universal intervention, targeted intervention dan risk intervention. Universal intervention ialah intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan awareness atau kesadaran terhadap kesehatan mental.
Baca Juga: Tiga Perusahaan ini Meriahkan Festival Belanja di Jawa Tengah dan Yogyakarta
Intervensi ini diberikan untuk seluruh siswa yang meliputi psikoedukasi melalui guru BK dan dialog bermakna melalui film. Targeted intervention merupakan intervensi yang menyasar beberapa siswa untuk diberikan pelatihan menjadi konselor sebaya.
Pelatihan ini dilaksanakan untuk memberikan dukungan awal psikologis bagi siswa lain yang membutuhkan. Risk intervention merupakan intervensi khusus bagi siswa yang rentan untuk dirujuk ke profesional.
Intervensi-intervensi tersebut merupakan upaya untuk membangun sistem rujukan kesehatan mental (referral pathways) yang mudah diakses oleh sekolah. Intervensi-intervensi yang telah dilakukan menghasilkan peningkatan dalam penanganan siswa.
Baca Juga: BPMP DIY Dampingi Perencanaan Pemda dalam SPM Pendidikan 2025
Kedua sekolah telah beralih dari pendekatan hukuman menuju dialog, empati, dan dukungan proaktif. Guru juga semakin aktif mengidentifikasi potensi masalah sejak dini dan mengintegrasikan dukungan emosional dalam interaksi harian.
Selain itu, ada peningkatan pula pada sistem dukungan sebaya seperti adanya revitalisasi PIK-R atau divisi kesehatan di OSIS masing-masing sekolah. (Awh)