yogyakarta

Pagelaran Seni Rupa Siti Adiyati: Dari Lorong Rasa hingga Proses Penciptaan Semesta

Kamis, 2 Oktober 2025 | 15:50 WIB
Siti Adiyati di Instalasi Domino dan Kuasa Alam dalam Pameran Seni Rupa bertajuk BLERO.

KRjogja.com - YOGYA - Perupa senior Siti Adiyati menggelar pameran seni rupa bertajuk BLERO di Pendopo Ajiyasa Jogja National Museum pada 1-31 Oktober 2025. Pameran ini menghadirkan rangkaian karya instalasi, digital, dan lukisan yang menandai perjalanan panjang Siti Adiyati sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah seni rupa Indonesia.

Siti Adiyati Lahir di Yogyakarta pada tahun 1951, ia menjadi salah satu tokoh penting Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia (GSRBI) yang diselenggarakan pada tahun 1975-1979. la menempuh pendidikan di Sekolah Seni Rupa Indonesia SSRI dan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta serta dikenal aktif sebagai pengajar, menulis, dan mempublikasikan pemikirannya tentang seni.

Sepanjang kariernya, ia menerima berbagai penghargaan bergengsi, di antaranya Chevalier I es Arts et Lettres dari Pemerintah Prancis (1994). Friend of the Arts Award dari National Arts Council Singapore (2022), serta Lifetime Achievement Award dari Yayasan Biennale Yogyakarta (2023).

Baca Juga: Unimus Gelar Sumpah Profesi PPG Gelombang 2 Tahun 2024, Cetak 83 Guru Profesional

Melalui BLERO, Siti mengangkat istilah Jawa "blero" yang sering dipakai untuk menyebut sesuatu yang dianggap tidak biasa, sumbang, wagu, bahkan aneh. Baginya, hal-hal yang tampak tidak selaras inilah yang justru membuka ruang kesadaran baru.

"Ini lebih sekadar pameran, BLERO dirancang sebagai ruang refleksi yang mengajak publik untuk melihat perbedaan dan ketidakteraturan bukan sebagai kesalahan, melainkan sebagai bagian dari kehidupan yang kompleks," kata Siti (1/10/25).

Melalui karya karyanya, Siti Adiyati menghadirkan pengalaman estetis yang tidak hanya mengundang mata, tetapi juga menyentuh ingatan, tubuh, dan kesadaran manusia.

Pameran ini menampilkan berbagai karya yang saling terhubung. Membutuhkan setidaknya 60 menit untuk persesi agar para pengunjung bisa menikmati alur karya yang dipamerkan. Berawal dari Karya Bolanan Anak, yang pertama kali hadir pada Pameran Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia 1977 direproduksi kembali dalam skala lebih besar, menghadirkan nostalgia masa kecil yang penuh keluguan dan kegembiraan.

Baca Juga: Retribusi Wisata Pantai Bantul Ditata Ulang, TPR Lama Dipindah ke Jalur Selatan JJLS

"Ada karya instalasi Lorong Rasa, ruang multisensory yang mengaktifkan kembali kepekaan pengunjung terhadap suara, aroma, cahaya, sentuhan, dan pengalaman batin," kata dia.

Dalam pamerannya, pengunjung dapat menikmati video yang mengisahkan penciptaan : Universe, Krakatau, dan Genesis yang merefleksikan asal-usul semesta, bencana, dan unsur kehidupan yang saling berdekatan dengan kehidupan manusia.

Adapun karya digital 12 Panel: Senjakala Gunung Merapi, yang menggambarkan Gunung Merapi sebagai entitas hidup yang dinamis dengan siklus terang, gelap, hening, dan pergolakan. Karya Gunung Sewu dan Semprang (3D) mengangkat lanskap karst tropis beserta kisah kehidupan melalui suatu wilayah dengan kelangkaan air dan semprang turut menjadi penanda kehidupan itu

Instalasi Domino dan Kuasa Alam, sebuah karya interaktif berukuran 8x8 meter yang memadukan kayu alam dan material fabrikasi, memadukan simbol kontradiksi antara kekuatan alam dan teknologi modern. Terakhir karya kolaborasi antara siswa Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) dengan Siti Adiyati yang dinamai Plaza Pertemuan: sebuah ruang dengan bangku melingkar yang diciptakan sebagai titik temu lintas sosial dan budaya. (*3)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB