Krjogja.com - YOGYA - Dua tokoh nasional, Mahfud MD dan Gubernur DIY Sri Sultan HB X, menjadi sorotan utama dalam acara Dialog Kebangsaan untuk Indonesia Damai yang digagas oleh Forum Sambung Rasa Kebangsaan. Pertemuan yang dihadiri oleh berbagai tokoh dan akademisi ini berlangsung di Sasono Hinggil Dwi Abad, Alun-Alun Kidul Yogyakarta, pada Minggu (26/10/2025).
Mahfud MD menjawab sejumlah isu hangat mulai dari reformasi Polri, wacana pahlawan nasional untuk Soeharto, hingga polemik utang-piutang. Sementara itu, Sri Sultan HB X memberikan pandangannya terkait peran budaya dalam konteks kebangsaan dan isu pemimpin perempuan.
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, mengungkapkan bahwa kesediaannya untuk bergabung dalam Tim Reformasi Polri sudah disampaikan lama, namun ia mengaku tidak mengetahui perkembangan terbarunya. "Saya tidak tahu ya, sampai sekarang saya belum tahu perkembangannya apa, karena komunikasi saya resmi itu sudah selesai lama. Yaitu ketika saya diminta dan saya menyatakan, oke untuk reformasi Polri saya bersedia. Nah, habis itu saya tidak tahu perkembangannya," ungkap Mahfud.
Baca Juga: Penumpang Dilarang Isi Powerbank saat Perjalanan di Kereta Api
Ia menegaskan sikapnya untuk tidak bertanya langsung ke Istana atau pihak terkait, menghormati Presiden agar dapat mengelola pertimbangan dengan sebaik-baiknya. "Saya tahu tidak mudah pertimbangannya, jadi biar Presiden mengelola dengan sebaik-baiknya. Apapun nanti hasilnya ya kita tunggu saja dari Presiden," tambahnya.
Mengenai wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto, Mahfud MD berpandangan bahwa secara yuridis formal hal tersebut dapat memenuhi syarat, bahkan ia pernah mengusulkan agar semua mantan presiden tidak perlu lagi melalui persyaratan berulang. "Kalau secara yuridis formal kan memenuhi syarat ya. Bahkan saya pernah usul dulu, semua mantan presiden itu enggak usah lagi pakai persyaratan untuk diteliti ulang dan sebagainya. Sudah jadi presiden itu kan pasti memenuhi syarat ya untuk jadi apa namanya, pahlawan," jelasnya.
Namun, ia menggarisbawahi pentingnya aspek sosiopolitis dan penilaian dari masyarakat. "Kalau aturan-aturannya memang memenuhi syarat, tapi politisnya bagaimana ya? Sosiopolitisnya kan masyarakat yang menilai," kata Mahfud, seraya menyebut bahwa proses seleksi akan dilakukan oleh tim khusus yang melibatkan Kementerian Sosial.
Baca Juga: STBA LIA Yogyakarta Wisuda 62 Lulusan, Dua Wisudawati Raih Predikat Terbaik Lewat Beasiswa KIP
Terkait desakan KPK agar ia melaporkan soal dugaan utang-piutang, Mahfud dengan tegas menampik adanya kewajiban tersebut. Ia menyatakan siap dipanggil untuk memberi keterangan, namun menolak untuk melaporkan.
"Laporan itu enggak ada kewajiban orang melapor... kalau dipanggil saya akan datang. Kalau saya disuruh lapor, ngapain lho, buang-buang waktu juga. Wong yang saya laporkan tuh KPK sudah tahu," tegasnya.
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan HB X menekankan pentingnya peran budaya sebagai perekat bangsa. Ia menegaskan bahwa kehadirannya dalam konteks budaya, bukan politik.
"Kita akan paling kuat daya yang paling kuat di Indonesia. Maka, hadirnya itu dalam konteks budaya. Bukan dalam konteks politik," tutur Sultan.
Baca Juga: Tabrakan Mobil dan Motor, Pejalan Kaki Tewas
Menanggapi pertanyaan tentang isu pemimpin perempuan di tengah wacana kebangsaan, Sultan HB X secara gamblang merujuk pada Konstitusi Republik Indonesia. Ya, terserah, terserah pandangan masyarakat. Tapi saya menepati pada Konstitusi Republik Indonesia. Saya kan hidup di Indonesia. Tidak membedakan laki-laki atau perempuan," pungkas Sultan.