yogyakarta

Masyarakat Indonesia Diintai Bahaya Bangunan, Apa Penyebabnya?

Kamis, 27 November 2025 | 12:05 WIB
Suasana seminar HAKI Komda DIY (Harminanto)



Krjogja.com - BANTUL - Peringatan serius kembali disuarakan para ahli konstruksi terkait meningkatnya potensi bahaya bangunan di Indonesia, terutama pada gedung dua hingga empat lantai yang jumlahnya sangat dominan. Suara peringatan itu mengemuka dalam Expo, Seminar, dan Short Course yang digelar Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Komda DIY di Grand Rohan Hotel, Kamis (27/11/2025).

Dalam sesi seminar, Ir Steffie Tumilar MEng, ahli konstruksi yang menjadi narasumber, menegaskan bahwa isu paling krusial adalah public safety. Ia mengingatkan bahwa keselamatan publik adalah hal yang sama sekali tidak boleh dinegosiasikan.

"Untuk public safety, tidak ada toleransi. Ketika sesuatu menyangkut nyawa orang, enggak boleh ada (toleransi) ‘udah lah, sedikit enggak apa-apa’. Mau bicara soal anggaran, soal SDM, kalau menyangkut keamanan publik, tidak ada tawar-menawar," ungkapnya.

Steffie juga menyoroti masih banyaknya bangunan yang berdiri tanpa kelengkapan perizinan maupun pengawasan memadai. Ia mencontohkan fenomena puluhan ribu pondok pesantren yang jumlah perizinannya sangat minimal.

"Dari 40 ribu lebih pesantren, yang punya IMB hanya sekitar 50-an. Yang benar-benar baik, lebih sedikit lagi. Sisanya ke mana? Itu bahaya tersembunyi yang kita tidak lihat," lanjutnya.

Menurutnya, kerusakan bangunan yang sering diberitakan termasuk insiden atap rubuh bukan semata-mata disebabkan angin atau hujan. "Itu pemicu, bukan penyebab. Penyebabnya ada sejak awal, salah perencanaan, salah pelaksanaan. Tapi yang disalahkan malah angin. Itu saya bilang pembodohan," kritiknya.

Steffie menambahkan, masalah klasik yang sering ditemui pada bangunan tiga hingga empat lantai umumnya berkutat pada tiga aspek yakni mutu material tidak sesuai standar, pelaksanaan pekerjaannya amburadul dan pengawasan yang lemah. "Sebagian besar bangunan kecil sampai menengah dibangun oleh ‘kontraktor pinggir jalan’. Panggil tukang, bangun. Tanpa pengawasan yang benar. Bahayanya tidak terlihat, tapi nyata," ujarnya.

Sementara, Ketua I HAKI Pusat, M. Arif Toto Raharjo, menilai antusiasme peserta acara yang terus bertambah menjadi indikator bahwa dunia konstruksi membutuhkan peningkatan kapasitas serius. Hingga Kamis siang, peserta seminar dan short course telah mencapai lebih dari 150 orang dari berbagai daerah.

"Mulai dari konsultan besar, perguruan tinggi, sampai penyedia jasa konstruksi. Jogja ini posisinya di tengah, jadi banyak yang datang, dan antusiasmenya luar biasa," lanjutnya.

Menurutnya, maraknya pelatihan dan pemeriksaan dokumen teknis, termasuk terkait Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), menunjukkan pentingnya peningkatan kualitas seluruh pelaku industri konstruksi. "Bangunan gedung itu harus laik fungsi. Untuk menuju SLF yang benar, PBG harus benar, pelaksanaannya benar, pengawasannya benar. Konsultan manajemen konstruksi itu nyawa dari prosesnya," jelas Arif.

Ia mencontohkan permasalahan yang muncul dalam proyek di Ibu Kota Nusantara (IKN), di mana konsultan manajemen konstruksi kesulitan menjawab pertanyaan terkait standar penerimaan mutu beton. Masalah teknis semacam ini, menurutnya, harus ditangani dengan peningkatan kompetensi yang sistematis.

Baik Steffie maupun Arif sepakat bahwa persoalan utama bukan hanya teknis, tetapi juga menyangkut kepedulian pemilik bangunan serta proaktivitas instansi terkait. "Kepedulian itu harus ada dulu. Kalau pemiliknya cuek, instansi diam, ya percuma. Kebanyakan baru ribut setelah ada kejadian, lalu saling menyalahkan," kata Steffie.

Peringatan yang disampaikan para ahli konstruksi ini menjadi alarm bagi semua pihak, mulai pemilik bangunan, konsultan, hingga pemerintah daerah. Dengan mayoritas bangunan di Indonesia berada pada kelas 2–4 lantai yang pengawasannya belum optimal, risiko bahaya tersembunyi dapat mengintai kapan saja. (Fxh)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB