Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul terus berupaya tampil beda. Dahulu masyarakat setempat tak menaruh banyak perhatian pada pengelolaan sampah. Namun kini, sampah menjadi salah satu sumber penghasilan dan potensi wisata desa.
Padi mulai menguning dan bunyi mesin giling bersautan di beberapa sudut jalan Desa Poncosari saat dikunjungi pada Sabtu (7/03/2020). Cangkang padi dan merang berserakan di pematang sawah. Tak nampak sampah plastik  menumpuk di sejumlah pelataran rumah, kecuali tong ember putih dengan sematan logo “Konco Pilahâ€.
Tak jauh dari pemukiman warga,  sebuah bangunan berdiri di tengah lahan persawahan. Nampak banyak tong ember yang ternyata sebuah wadah untuk sampah. Disinilah “Konco Pilah†salah satu unit bisnis Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Mukti Lestari bermarkas. Konco Pilah mulai beroperasi sejak Januari 2020 silam.
Bermodal dana desa sebesar 200 juta, unit usaha ini berfokus pada pengelolaan sampah, mulai menjemput di rumah warga hingga melakukan proses pengolahan sampah menjadi lebih berguna. Sebuah motor merek Tosa berbak terbuka digunakan untuk berkeliling desa menjemputnya.
Sampah plastik dipilah untuk dijual kembali ke pengepul sedangkan sampah organik residu rumah tangga akan disetor ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantul. Namun sebagian sampah organik tetap disimpan dan diproses oleh Konco Pilah sebagai bahan pembuatan pupuk kompos dan konsentrat organik.
“Nantinya kita ingin bisa mengarahkan petani desa untuk pakai pupuk organik olahan ini, tapi masih dipersiapkan lagi,†ungkap Riefkiana Saputri, Sekretaris Bumdes Mukti Lestari.
Dalam dua bulan pertamanya, mereka telah berhasil menjangkau 200 kepala keluarga (KK) untuk turut sadar pengelolaan sampah. Namun, menurut Direktur Bumdes Hermitianta Prasetya (34) jumlah ini masih belum cukup signifikan dibanding total penduduk Desa Poncosari yang mencapai 12.000 orang.
“Kami masih terus sosialisasi ke warga Poncosari, target terdekat, akhir tahun 2020 ini bisa sampai 600 kk pelanggan kami, amin,†jelas pria gondrong lulusan Ilmu Komunikasi UGM ini.
Mencapai target 600 pelanggan dalam setahun bukan hal mudah bagi para pengurus Bumdes Mukti Lestari. Tantangan terberat bagi mereka adalah mengubah kebiasaan lama warga desa  pada sampah.
Sebelum Konco Pilah mulai bergerak, sebagian masyarakat desa yang terdiri dari 24 dusun ini terbiasa membuang sampah di sembarang tempat dan juga membakarnya. “Imbasnya, saluran irigasi, beberapa lahan kosong di desa, terutama di pinggiran jalur lintas selatan Jawa yang juga masih di Kawasan desa ini banyak tumpukan sampah,†imbuh Direktur Bumdes yang akrab disapa Mimit ini.
Belum lagi dampak pembakaran sampah yang memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan. Pembakaran sampah plastik dapat membentuk senyawa dioksin. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan, dioksin memiliki potensi racun yang memengaruhi beberapa organ dan sistem tubuh.
Mengantisipasi hal tersebut, Konco Pilah secara kontinyu menjemput sampah enam hari dalam seminggu ke rumah warga yang telah berlangganan jasanya. Pengangkutan sampah secara rutin ini disambut baik oleh para pengguna jasa.
Salah satunya Wakijem (50) warga desa yang berprofesi sebagai pedagang ini cukup terbantu dengan adanya Konco Pilah. Ia biasanya bingung dengan pengelolaan sampah, residu organik sisa rumah tangga kerap ia buang di pekarangan, sedangkan plastik ia bakar.