YOGYA (KRjogja.com) - Semangat untuk memperoleh pendidikan terbaik serta dukungan dari sang guru memberanikan Ridha Wahyuningtias untuk mendaftarkan diri pada seleksi penerimaan mahasiswa UGM, terlepas dari kekhawatiran orang tuanya yang tak sanggup membayar biaya kuliah. Tidak disangka, ia ternyata berhasil diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran UGM tanpa harus membayar biaya kuliah.
Bagi Tias, begitu ia biasa dipanggil, belajar ilmu kesehatan memang sudah menjadi impiannya. Ketika duduk di bangku sekolah, ia aktif mengikuti kegiatan pramuka, dan banyak terlibat dalam penanganan keadaan medis darurat.
“Dari dulu sering ikut kegiatan pramuka, sempat belajar tentang pertolongan medis juga, lalu jadi tertarik dengan ilmu kesehatan dan ingin jadi perawat,†ujar anak ketiga dari empat bersaudara ini.
Sebelum mendaftar untuk Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, ia sempat mencari tahu perguruan tinggi yang memiliki program studi yang berkualitas di bidang kesehatan, dan pilihannya pun jatuh pada UGM. Namun, saat itu, ia belum berani membayangkan akan berkuliah di UGM, karena ia tahu bahwa keadaan ekonomi keluarganya sangat terbatas dan orang tuanya tidak akan mampu membiayai kuliahnya di UGM, hingga salah satu guru di sekolahnya memberi informasi tentang beasiswa Bidik Misi.
“Katanya disuruh daftar saja dulu, kalo untuk masalah biaya ada banyak jalan. Bisa cari beasiswa untuk kuliahnya,†ujar Tias saat ditemui di kediamannya di kawasan pinggiran Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (20/7/2016).
Ketika memutuskan untuk mendaftar, ia memang sengaja tidak langsung memberitahukan kedua orang tuanya, karena ia takut orang tuanya akan melarang. Kedua kakaknya yang melanjutkan pendidikan tinggi di Pontianak, sebelumnya memang sempat diterima di beberapa perguruan tinggi bergengsi di Pulau Jawa. Namun, kedua orang tua mereka tidak merestui mereka untuk merantau ke luar kota.
“Saya hanya khawatir, kalau kuliah jauh-jauh, nanti bayar kuliahnya gimana, biaya hidup gimana, mereka tinggal di mana, kalau kos pasti banyak mengeluarkan biaya. Jadi saya bilang kuliahnya di sini aja, biar tidak susah, tinggal mencari cara untuk membantu biaya kuliah,†ucap Sri Rosmiati.
Orang tua Tias sehari-hari mencari nafkah dengan berjualan minuman es tebu. Sejak tahun 1992, Jumadi, ayahnya yang beberapa tahun sebelumnya merantau dari Blora, Jawa Timur, telah berjualan es tebu di Alun-Alun Kapuas yang menjadi salah satu objek wisata dan pusat keramaian Kota Pontianak. Pemasukan yang ia peroleh dari berjualan selama beberapa jam mulai pukul 3 sore hingga malam hari pun cukup untuk menghidupi istri dan keempat anaknya. Namun, setahun belakangan, penghasilannya menurun drastis semenjak ia dilarang berjualan di Alun-Alun.