Krjogja.com - SLEMAN - Sensasi menjadi kepala sekolah rupanya banyak lika-likunya, tidak sekedar tantangan memajukan sekolah, namun harus mampu menjalin hubungan dengan masyarakat.
Hal ini diungkapkan Anggit Bagus Nugroho, Kepala SD Koroulon 1 Ngemplak, Sleman, saat menerima kunjungan Dirjen PAUD Dasmen Iwan Syahril, pada Jumat (6/12/24) di ruang kerjanya.
Kunjungan Dirjen ini dalam rangka belajar dari transformasi yang telah dilakukan oleh Kepala Sekolah di SD Koroulon 1.
"Kami ingin melihat apa saja yang berubah di sekolah ini dan memperoleh inspirasi dari langkah yang telah dilakukan oleh kepala sekolah," ujarnya. Turut menyertai Dirjen, Kepala BPMP DIY Bambang Hadi Waluya beserta jajaran.
Anggit didampingi Ketua Komite Sekolah Purwanto, Pengawas SD Sri Maryati, Kabid SD Dinas Dikpora Sleman Rira Meutia, serta perwakilan paguyuban orang tua murid.
Baca Juga: Pemkab Sleman Optimis Ekonomi Tumbuh di Kisaran 5 Persen
Mengawali perbincangan, Ketua Komite Sekolah Purwanto, yang lulusan SD Koroulon 1 tahun 1973 membuka kenangannya bahwa dahulu anak sekolah tidak ada tuntutan apa-apa, sehingga benar-benar merdeka.
Anggit yang baru 1 tahun menjabat sebagai kepala sekolah, sebelumnya adalah guru di SD Model Sleman. Sebagai kepala sekolah yang baru, Anggit memimpin sekolah yang tengah mengawali implementasi kurikulum merdeka.
Pengalaman pertama Anggit memimpin SD Koroulon 1 penuh tantangan, karena sekolah ini menyandang stigma kurang dilirik masyarakat. Maka sebagai kepala sekolah baru, Anggit melakukan identifikasi melalui komunikasi dengan komite sekolah untuk menyerap aspirasi kemudian dituangkan dalam program kerja .
Selanjutnya, dalam aspek pembelajaran, SD Koroulon 1 telah menerapkan kurikulum merdeka namun para guru masih mengajar secara konvensional mengandalkan LKS. Anggit kemudian berkomunikasi dengan para guru untuk menyamakan persepsi tentang Kurikulum Merdeka.
Hal ini mengungkap kondisi para guru SD Koroulon 1 belum ada yang pernah mengikuti pelatihan, bimtek, maupun webinar mengenai kurikulum merdeka. "Sekolah saat itu belum memiliki komunitas belajar juga, sehingga para guru hanya belajar mandiri melalui PMM dengan segala kebingungannya," ungkapnya.
Maka langkah Anggit selanjutnya mengajak membentuk komunitas belajar (kombel) di sekolahnya. Pada kegiatan kombel ini, rapor pendidikan dipelajari bersama sehingga memahami banyak hal yang perlu dilakukan langkah pembenahan.
Karena banyak yang perlu dibenahi, maka prioritasnya dipilih pembenahan pada aspek pembelajaran. "Program yang disusun fokus untuk memperbaiki pembelajaran, dengan didukung aktivitas kombel yang mulai berjalan," ujarnya.
Target Anggit pada 6 bulan pertama bertugas adalah meningkatkan kompetensi para gurunya, dengan fokus pada peningkatan kompetensi pembelajaran anak. "Pelan pelan gaya mengajar konvensional yang hanya mengandalkan tugas tugas mengerjakan LKS diubah," tandasnya.
Perubahan dalam pembelajaran itu perlu langkah konkrit berupa penambahan sarpras. "Karena misalnya mengajar dengan pembelajaran kontekstual, tentu butuh visualisasi dengan dukungan LCD, maka kehadiran LCD diperlukan," jelasnya.