Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) menilai usulan angkatan siber itu sesuai dengan tren yang ada saat ini. Negara-negara lain mulai berlomba-lomba membangun angkatan perang untuk perang siber. Misalnya, Singapura membentuk Digital and Intelligence Service (DIS) pada tanggal 28 Oktober 2022.
Selain Singapura, negara lain yang memiliki angkatan perang siber adalah Amerika dengan USCYBERCOM, NATO dengan Cooperative Cyber Defence Centre of Excellence (CCDCOE), dan Prancis dengan Commandement de la Cyberdéfense.
Saat ini Indonesia memang sudah memiliki beberapa unit siber dari instansi yang memiliki perhatian kepada dunia siber, seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Namun, Pratama menilai instansi tersebut memiliki fokus yang berbeda-beda dan tidak ada yang betul-betul fokus pada pertahanan keamanan siber untuk menjaga kedaulatan NKRI dari serangan perang siber pihak lain.
Diharapkan dengan dibentuknya matra keempat TNI itu, ada instansi yang betul-betul waspada penuh terhadap percobaan serangan siber dari negara lain.
Matra keempat yang dibentuk dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) tidak akan bertindihan dengan unit siber dari instansi lainnya, bahkan akan saling menguatkan.
Semua instansi tersebut dapat berbagi informasi terhadap setiap kondisi keamanan siber yang sedang terjadi, kemudian masing-masing instansi dapat menggali informasi yang lebih dalam, sesuai dengan tupoksi yang dimiliki oleh masing-masing instansi.
Kendati demikian, yang perlu diperhatikan dalam pembentukan matra keempat TNI ini adalah penguatan koordinasi secara paralel dengan pemangku kepentingan bidang siber yang lainnya, sehingga bisa saling bersinergi dan menguatkan. Pasalnya, aspek pandangan yang lebih holistik jika berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan siber lainnya. (ANTARA)