“Di level yang lebih tinggi, perusahaan-perusahaan itu bahkan sudah memiliki kerangka hukum, biasanya (arena judi) ditutup dengan arena ketangkasan atau hiburan, ada entitas legalnya. Jadi kalau ditangkap, mereka bisa bilang bahwa mereka sudah punya izin. Jadi, ini sudah saling terikat satu sama lain, sistem yang rumit, tidak akan bisa akan hilang begitu saja,” paparnya.
Kebijakan melindungi masyarakat rentan
Para ahli antropologi dunia menilai bahwa judi adalah permainan yang membutuhkan kemampuan atau skill tingkat rendah (low skill games), karena hanya akan menghasilkan tiga kemungkinan yaitu menang, kalah, atau seri.
“Judi yang low skill itu, kita sangat familier, biasanya menggunakan metakomunikasi sinyal, atau sinyal-sinyal meta-komunikatif. Kita melihat perilaku binatang tertentu, serombongan burung berputar beberapa kali, angka-angkanya ketemu, lalu dipasang angkanya, kita menerjemahkan itu sebagai isyarat dan tanda-tanda, itulah yang ditemukan di tengah masyarakat sehari-hari,” kata Semiarto.
Mengingat judi telah menjadi sebuah sistem keyakinan, ia menilai bahwa sangat sulit untuk menghilangkan judi sepenuhnya. Namun, yang ingin ditekankan yakni mengurangi dampak judi daring pada kelompok-kelompok marjinal.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budie Arie Setiadi bahkan mengungkap salah satu modus baru judi daring yang bisa diakses melalui deposit pulsa. Akses terhadap judi daring cukup dengan pulsa tersebut membuat masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi lebih mudah mengakses dan semakin rentan terpapar judi daring.
Untuk membasmi judi daring hingga ke akarnya memang cukup sulit. Namun, menurutnya, langkah yang dilakukan oleh Menkominfo sudah tepat untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari judi daring pada masyarakat rentan.
“... judi daring sudah menggerogoti ketahanan masyarakat kecil, itu persoalan. Bagian yang ingin dihapus adalah judi di kalangan terbatas karena, itu dianggap menghimpun uang dari kelompok-kelompok marjinal yang seharusnya malah mendapatkan bantuan,” tuturnya.
Memperkuat peran komunitas
Kasus Briptu FN yang membakar suaminya sendiri menjadi pembelajaran akan pentingnya ketahanan keluarga dalam menghadapi paparan judi daring. Momen Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 yang jatuh pada hari ini sangat tepat untuk merefleksi kembali bahwa efek judi daring bisa berdampak sangat besar di sistem sosial yang terkecil, yakni keluarga.
Menanggapi bagaimana judi daring berpengaruh pada ketahanan keluarga, Semiarto membedakan dua peraturan yang ada di tatanan sosial. Pertama, institusi Pemerintah yang mengatur kehidupan bernegara. Kedua, institusi keluarga yang lebih menganut peraturan komunitas.
Setiap komunitas tentu memiliki sistem nilai yang berbeda, termasuk dalam kehidupan masyarakat Bali yang lekat dengan sabung ayam dan sudah disebutkan sebelumnya, beberapa komunitas masyarakat di Indonesia masih menganggap bahwa berjudi adalah bagian dari kebudayaan yang tidak bisa dilepas begitu saja dari kehidupan sehari-hari mereka.
“Banyak sistem masyarakat yang memperbolehkan berjudi, nonton wayang berjudi, menunggu bayi lahir juga diterapkan sistem taruhan, jadi kalau berbicara urusan domestik, penyelesaiannya bukan dengan memperkuat aturan dari negara, melainkan memperkuat peran komunitas,” ucap Semiarto.
Bentuk penyelesaian yang paling konkret yakni melalui rukun tetangga (RT) atau rukun warga (RW). Solidaritas antartetangga yang masih menjadi kekuatan di Indonesia bisa dimanfaatkan untuk mengurangi dampak judi daring di lingkungan keluarga, melalui edukasi, sosialisasi, yang diselipkan pada setiap pertemuan-pertemuan kecil.
Alih-alih berharap pada aturan negara atau Pemerintah melalui regulasi untuk mengatur keluarga, akan lebih relevan apabila komunitas bisa lebih memperkuat dirinya untuk membentengi diri dari pengaruh judi daring.