KRjogja.com - KETERWAKILAN perempuan di parlemen merupakan cermin dari kondisi demokrasi sebuah negara. Di Indonesia, seperti halnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), perjuangan untuk meningkatkan jumlah perempuan yang duduk sebagai anggota DPRD adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan dinamika politik dan tantangan sosial.
Anggota Komisi A DPRD DIY dan Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia DIY, Dr Hj Yuni Satia Rahayu SS MHum, menjadi salah satu tokoh yang berada di garis depan perjuangan ini. Perjuangan telah dilakukan oleh kaum perempuan, namun dalam Pemilu 2024, jumlah keterwakilan perempuan menurun di kursi DPRD DIY dibandingkan periode sebelumnya. Yakni 9 perempuan anggota atau turun dari 11 perempuan anggota DPRD DIY. Ia bersyukur, dari yang terpilih dalam Pemilu 2024, 5 diantaranya dari fraksinya, PDI Perjuangan.
Wakil Bupati Sleman periode 2010-2015 ini menganggap kondisi Pemilu kali ini tidak ideal sehingga penyebab penurunan. Kali ini konteksnya yang paling brutal, telah menjadi medan di mana uang dan kekuasaan berinteraksi secara kompleks. "Pemilu lalu benar-benar tidak ideal bagaimana kita melihat pemilu sebagai satu hal brutal," ungkap anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DIY.
Meskipun banyak program pembangunan seperti padat karya dan pemberdayaan telah dilakukan, namun demikian, perempuan sering kali masih terpinggirkan dalam dinamika politik yang didominasi oleh pria.
Dalam politik praktis, uang sering kali menjadi penentu utama, terutama bagi perempuan. "Kawan-kawan melakukan banyak program di masyarakat tapi kemudian yang menang yang paling banyak ngasih," papar Dr. Yuni, menggambarkan realitas bahwa politisi perempuan sering kali kalah dalam persaingan finansial dengan politisi pria. Hal ini turut berdampak pada keterwakilan perempuan di parlemen, yang cenderung mengalami kemerosotan dari waktu ke waktu.
Melihat situasi Pemilu seperti ini, Dr Yuni melihat yang lolos ke DPRD DIY mimiliki jiwa petarung. Sehingga pengalaman di parleman juga menjadi penentu dalam memenangi pertarungan.
Namun demikian, di tengah kondisi sulit ini, ada juga cerita sukses dari perempuan yang berhasil menembus batas-batas politik yang ada.
Dr Yuni mencontohkan perjuangan anggota PDI Perjuangan yang berhasil menduduki posisi strategis di DPRD. Meskipun angka perempuan dalam parlemen masih terbilang sedikit, langkah-langkah seperti ini menunjukkan bahwa perempuan mampu dan memiliki potensi yang besar untuk berperan aktif dalam politik.
"Bagi kami, tergantung situasi demokrasi kita, harapannya perempuan lebih banyak yang menjadi anggota legislatif," tutur Dr. Yuni.
Lingkungan Sosial dan Budaya
Diakui, untuk meningkatkan prosentase keterwakilan perempuan, tantangan yang dihadapi tidak hanya berasal dari dalam lingkup politik itu sendiri, tetapi juga dari lingkungan sosial dan budaya yang masih cenderung mendiskriminasi perempuan dalam ranah politik.
Sebagai Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DIY, Dr Yuni menjelaskan bahwa peranannya tidak hanya sebatas legislasi semata, tetapi juga dalam pengawasan dan penganggaran. Program seperti Perda Bantuan Hukum Warga Miskin dan Kelompok Rentan menjadi bukti konkrit bagaimana legislator perempuan seperti Dr Yuni berupaya untuk mengurangi kesenjangan sosial dan memberdayakan masyarakat yang terpinggirkan.
Pendidikan dan kesehatan juga menjadi fokus utama dalam agenda legislatif Dr Yuni. Tantangan dalam pembiayaan pendidikan, terutama di tingkat SMA dan SMK, serta perhatian pada kesehatan ibu dan anak, khususnya dalam penanggulangan stunting, menunjukkan betapa pentingnya kehadiran perempuan dalam menyuarakan isu-isu ini di parlemen.
"Dengan 9 perempuan dari 55 anggota DPRD DIY, terpenting kami menjalankan ketugasan yakni pengawasan," tegas Dr. Yuni. Meskipun jumlahnya masih terbilang sedikit, perempuan-perempuan ini berperan penting dalam memastikan bahwa kepentingan masyarakat terwakili dengan baik di legislatif.