Diakuinya, konsep berkeroncong pakem masih dipegang teguh Congrock, karenanya dalam setiap pagelarannya tak pernah meninggalkan alat bezetting 7 yang terdiri Cuk, Cak, Cello, Bass, Gitar, Flute dan Biola.
Hanya saja karena tidak memainkan lagu-lagu keroncong asli dan agar bisa mengiringi lagu-lagu universal, maka perlu penambahan alat musik yang tidak lazim ada di musik keroncong.
Sisipan alat musik non klasik seperti keyboard, drum bahkan gitar listrk dan saxophone adalah untuk menjembatani dan pemanis musikalitas saja. Hal ini juga diungkapkan Marco Marnadi yang bertindak sebagai vokalis sejak awal Congrock berdiri.
"Adanya keyboard dan drum memungkinkan kami main mengiringi lagu-lagu non keroncong asli. Tapi setiap tampilan kami pasti ada alunam keroncongnya. Harapan kami para penikmat akan selalu kenal dan tak asing dengan keroncong," ujar Marco.
Dalam pementasan Waroeng Kerontjong di Taman Kedondong Semarang belum lama ini Congrock yang tampil sebagai bintang tamu pun unjuk gigi dengan tampilan akustiknya bezetting 7. Para hadirin penonton dibuat terperangah akan kualitas permainan musik keroncong pakem yang ditunjukkan.
Wuryanto SH, tokoh dan pemerhati keroncong serta pendiri Waroeng Kerontjong pun angkat bicara.
"Musikalitas Congrock sangat luar biasa, mainnya keroncong pakem sangat oke, bahkan boleh dikatakan unggul dalam penguasaan alat serta metoda musikalitas, termasuk aransemen. Ini karena membiasakan main tertib dan disiplin dengan berpegang pada partiture. Saya sebagai saksi yang mengikuti perkembangan Congrock bermusik semakin yakin bahwa diusianya ke 39 tahun makin tajam kreatifitas dan kualitasnya," ungkap Wuryanto.
Yanto mengakui dalam permainan musik, Congrock mengutamakan disiplin dan tidak asal main. Karenanya, semua dituntut profesional dengan menguasai bidangnya. Termasuk yang olah vokal maupun pemusiknya. Semua harus bisa baca not dalam partiture, sehingga tempo dalam permainan terjaga dengan baik.