Dipaparkan Gus Yasin, meski dilihat zahirnya sudah selesai, namun masih ada tugas menyelesaikan apa yang sudah diamanatkan Mbah Moen. Bahwa pemerintah harus sinergi. Seperti halnya Jawa Tengah yang dipimpinnya bersama Ganjar Pranowo harus sinergi dengan pemerintah pusat untuk membangun daerah, khususnya di bidang Tunggal Ika.
Dalam kesempatan tersebut Gus Yasin juga menjelaskan suasana emosional ketika kabar meninggalnya Mbah Moen di Makkah sampai di tanah air. Banyak yang merasa kehilangan kepengin dekat dengan Mbah Moen meski sudah meninggal. Mereka kepengin jenazah Mbah Moen dibawa pulang ke tanah air.
"Banyak yang bilang pokoknya Mbah Moen harus dibawa pulang. Yang membutuhkan Mbah Moen bukan orang-orang atas saja yang punya uang, tapi masyarakat bawah juga. Artinya biar bisa ziarah ke Mbah Moen," sambung Gus Yasin.
Namun begitu menurut Gus Yasin, ziarah dekat dengan Mbah Moen juga tidak membutuhkan biaya sebetulnya. Tinggal membawa Fatihah, tawassul kepada Mbah Moen, hal itu sudah sampai.
"Kita doakan di Indonesia. Doa kan sampai. Toh kemarin waktu meninggal, saya mendapat kabar mulai dari Mesir, Libya, Australia, Amerika, teman-teman yang pernah berhubungan dengan Mbah Moen. Mereka mengatakan melakukan salat gaib, mendoakan, istigosah doa bersama. Artinya itu sambung semua," paparnya.
Karena itulah saat itu keluarga memutuskan setelah menimbang bahwa Mbah Moen kepada siapapun yang datang ke rumah, beliau selalu membawa salawat atau qasidah Fatimah Az Zahra. Beliau selalu menitikkan air mata ketika membaca itu, artinya ada keinginan beliau dekat dengan Sayyidah Khadijah. Bahkan ketika ada ulama atau siapapun yang meninggal di Makkah atau Madinah beliau mengatakan apa sih amalannya kok bisa dimakamkan di sana.
"Ada keinginan beliau selalu bertanya seperti itu. Maka dari analisa itu, kami isyarah lantas putuskan untuk tetap di Ma'la," ucap Gus Yasin. (Feb)