KHARTOUM, KRJOGJA.com – Perdana Menteri (PM) Sudan Moataz Moussa bersikap lebih lunak dalam menghadapi unjuk rasa anti pemerintah yang telah berlangsung lebih dari sebulan.
Dia menyebut para demonstran berhak menginginkan kondisi hidup yang lebih baik. Para mahasiswa, aktivis, dan kalangan lain menggelar unjuk rasa setiap hari di penjuru Sudan sejak 19 Desember.
Mereka menyeru diakhirinya krisis ekonomi dan menantang kekuasaan Presiden Omar al-Bashir yang telah berlangsung tiga dekade. Berbagai kelompok hak asasi manusia menyebut sebanyak 45 orang tewas dalam unjuk rasa meski pemerintah hanya menyebut ada 30 korban tewas.
Dalam kejadian terbaru, seorang guru meninggal dunia di tahanan setelah ditahan terkait unjuk rasa di bagian timur negara itu. Guru berusia 36 tahun itu meninggal setelah di tahan di rumahnya seusai unjuk rasa di Kota Khashm al-Qirba. Petugas keamanan menyatakan dia meninggal akibat keracunan. "Ada tanda luka pukulan di tubuhnya,†ungkap keluarga korban, dilansir Reuters.
Pemakaman pria itu dilakukan akhir pekan lalu. Pejabat keamanan belum mengomentari kejadian itu. Bashir tetap menolak mundur dari kekuasaannya dan menyebut para pengunjuk rasa ditunggangi kepentingan asing.
Dia juga menantang para lawan-lawan politik agar merebut kekuasaan melalui pemilu. Meski demikian, PM Moussa mengambil sikap lebih lunak dengan mengatakan beberapa tuntutan demonstran itu sah dan harus dihormati.
“Ada beberapa masalah dan kita bekerja menyelesaikannya,†ujar dia merujuk pada masalah ekonomi dan buruknya layanan pada publik.