PHNOM PENH, KRJOGJA.com – Amerika boleh sukses “mengekspor†film-film Hollywood ke seluruh dunia. Korea juga boleh menyebarkan demam K-Pop ke seluruh dunia. Tapi diplomasi sosial ekonomi Indonesia, tak kalah dari dua negara tadi. Pertama, Indonesia punya diplomasi kopi yang keren abis. Jurus keduanya, ada diplomasi kuliner yang oke punya. Hasilnya? Dua diplomasi tadi banyak diburu pasar Kamboja di Indonesian Trade and Tourism Promotion (ITTP), Koh Pich, Phnom Penh, 28-30 September 2018.
“Kuliner paling gampang menyentuh pasar Kamboja. Impactnya juga luar biasa. Dampak sosial-budayanya dapat, ekonomisnya juga dapat. Jadi double impact,†tutur Dubes RI untuk Kerajaan Kamboja, Sudirman Haseng, Sabtu (29/9). Â
Diplomasi kuliner memang sangat pas ‘dimainkan’ di kancah global. Ada penetrasi hebat yang dilakukan. ‘Serangan’ kuat. Hebatnya, negara yang disentuh tidak akan merasa sedang ‘diserang’.
“Lihat saja, Warung Bali, Bengawan Solo, Borobudur Restaurant dan Sumatera Cuisines, semua ramai. Banyak Cambodian yang hunting kuliner di sana,†tambahnya.
Kontribusinya? Jangan ditanya lagi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bekraf yang dirilis pada 2018 mengungkapkan subsektor ekonomi kreatif dengan pendapatan terbesar pada 2016 yaitu kuliner, fesyen, dan kriya. Angkanya sebesar Rp 923 triliun atau 7,4% dari total PDB di 2016.
Dari nilai sebesar itu, kontribusi kuliner adalah yang terbesar yaitu sekitar 41% atau senilai sekitar Rp.382 triliun. Dengan nilai sebesar itu berarti size industri ini sekitar dua kali lipat industri fesyen dan hampir tiga kali lipat industri kriya. “Angkanya besar. Dan sangat nyambung dengan pariwisata,†terang Dubes Sudirman.
Â
Ada tone optimistis. Keyakinan baru. Benchmark-nya bisa berkaca pada Thailand. Dalam hal diplomasi kuliner, bisa dikatakan Thailand adalah salah satu world’s best practice. Capaian-capaiannya sangat fenomenal.