LEIDEN, KRJOGJA.com - Kekayaan budaya yang dimiliki Suku Mentawai menjadi daya tarik tersendiri pengunjung Leiden Asian Year dan festival Europalia Indonesia Arts di Leiden Belanda. Dari keunikan peralatan tradisional, benda benda seni dan juga sejarah yang melatarbelakanginya pengunjung dapat lebih mengenal berbagai tradisi yang telah hidup berabad abad lamanya dan kultur kontemporer saat ini.
Dalam siaran pers KBRI di Den Haag, Minister Counsellor Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Renata Siagian menyebutkan, pameran yang dibuka 21 Oktober 2017 hingga 28 Mei 2018 ini diselenggarakan di Museum Volkenkunde. Pameran terselenggara berkat kerja sama dan sumbangan pemikiran para ahli Mentawai dan Guru Besar Antropologi Indonesia di Universitas Leidan, Reimar Schefold.
“Museum Volkenkunde dapat memiliki koleksi khusus berupa barang barang seni dan berbagai peralatan tradisional dari Mentawai. Pada pameran ini museum Volkenkunde juga melansir sebuah situs koleksi tematis dimana seluruh koleksi Mentawai secara lengkap dijelaskan dalam Bahasa Indonesia,†jelas Renata.
Pembukaan pameran dihadiri Duta Besar Indonesia untuk kerajaan Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja dan diawali dengan sambutan Direktur Museum Volkenkunde Stijn Schoonderwoerd. Pada kesempatan itu dilakukan penyerahan eksemplar pertama publikasi ‘Toys for the Souls. Life and Art on the Mentawai Island’ kepada Juniator Tulius.
Guru Besar Antropologi Universitas Leidan Reimar Schefold menjelaskan, selama berabad abad suku Mentawai telah mendiami pulau pulau yang terletak sekitar seratus kilometer dari pantai di Sumatra Barat. Pada abad ke 17 untuk pertama kalinya VOC melaporkan adanya populasi di kepulauan tersebut. Pemikiran pemikiran religius yang sudah berabad abad dan masih aktual sangat berpengaruh bagi kehidupan mereka saat ini.
“Suku Mentawai percaya bahwa tidak hanya manusia dan hewan yang mempunyai jiwa, tetapi juga tumbuhan, barang barang seni maupun peralatan tradisional lainnya, intinya semua yang ada didunia ini memiliki jiwa. Dari itulah semua harus dihargai dan diperlakukan secara baik. Yang artinya bahwa mereka sadar akan keseimbangan alam dan tidak hanya menggunakannya apabila dibutuhkan,†ujar Reimar, ketika memandu berkeliling melihat koleksi yang dipamerkan.
Pengunjung terlihat antusias saat mengamati satu persatu benda benda tradisional yang dipakai Suku Mentawai dalam kehidupan mereka sehari hari seperti alat pertanian, alat penangkap ikan, senjata untuk berburu bahkan perhiasan. Gambaran tentang kehidupan nyata Suku Mentawai juga diperlihatkan dalam bentuk film pendek yang mengisahkan bagaimana mereka dapat bertahan hidup dalam keterbatasan yang ada.
“Pameran ini berfokus pada bagaimana mempertahankan nilai nilai tradisi Mentawai di zaman modern,†jelas Reimar. Dan sampai sejauh mana penduduk kepulauan Mentawai ingin menjadi bagian dari dunia yang mengglobal? Dapatkah mereka menggabungkan tradisi lama dengan kehidupan di abad 21 ini? (Fsy)