JAKARTA, KRJOGJA.com - Dalam beberapa waktu terakhir, isu serta polemik tentang kebijakan Re-hiring (mempekerjakan kembali) dan E-Kad (Enforcement Card atau Kartu Pekerja Legal) yang diterapkan oleh pemerintah Malaysia, guna menekan tenaga kerja asing serta Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI), tengah dipantau secara intensif oleh pemerintah Indonesia.
Isu itu dipantau oleh pemerintah Tanah Air, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara pemasok tenaga kerja terbanyak ke Negeri Jiran.
Sebagai latar belakang, Re-hiring merupakan kebijakan yang diterapkan pemerintah Malaysia guna membuka kesempatan kepada tenaga kerja ilegal, agar mampu memiliki izin bekerja yang sah. Sasaran kebijakan itu ditujukan kepada para pekerja asing di Malaysia yang masa izinnya telah habis atau tidak memiliki dokumen legal.
Sementara itu, E-Kad adalah kartu sementara bagi pekerja asing yang tidak memiliki dokumen izin bekerja. E-Kad berfungsi untuk membantu proses Re-Hiring dan sebagai pas sementara pekerja asing tak berdokumen, agar tetap dapat bekerja sambil mengurus dokumen ketenagakerjaan secara resmi.
Menurut Kemlu, program Re-hiring pada tahun ini dimulai pada Februari - Desember 2017. Sementara itu, proses pembuatan E-Kad dimulai pada Februari 2017 dan telah berakhir pada 30 Juni 2017.
Namun ternyata, meski dua program tersebut telah diterapkan, isu TKI di Malaysia masih menimbulkan polemik. Apa lagi, beberapa hari lalu, tersiar kabar mengenai razia dan rencana deportasi besar-besaran TKI berstatus PATI di Malaysia.
Dalam sebuah konferensi pers pada Jumat 7 Juli 2017, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan BNP2TKI berusaha memaparkan serta memberikan penjelasan terkait isu dan polemik tersebut.
Menurut Kemlu, animo kebijakan Re-hiring dan E-Kad di kalangan TKI di Malaysia tidak terlalu tinggi. Akibatnya, banyak tenaga kerja Indonesia yang berstatus PATI dan tidak memiliki dokumen resmi di Malaysia, terancam dideportasi oleh pemerintah Negeri Jiran.