Untuk itu, ia mengajak kepada seluruh pihak yang berkontribusi dalam pembuatan buku Menu Bergizi Dashat Nusantara untuk menuangkan energi dan membuat revolusi khusus tentang gizi dan pangan demi melepaskan ketergantungan masyarakat dari produk mie.
"Dengan porang bisa, singkong bisa, sagu bisa, jagung bisa, kenapa kita tergantung mie? Bisa kah kita melakukan revolusi, bahwa orang mindset-nya tidak lagi mie, kalau kita tidak lagi impor mie, kita tidak hanya sehat, tapi bisa sejahtera, karena uang yang beredar di pangan lokal pasti lebih banyak," katanya.
Untuk itu, ia menekankan bahwa buku menu ini perlu menjadi bahan untuk melakukan revolusi pangan di Indonesia. "Suatu saat kita bisa meluncurkan makanan nusantara, kita nyatakan itu menjadi makanan nasional, ini yang harus kita tanamkan, kita hidupkan," katanya.
Ia juga menegaskan, revolusi pangan lokal bukan berarti untuk membenci produk asing, tetapi lebih bertujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat.
"Selama ini kita bergantung pada produk yang berbasis asing, tetapi bukan berarti kita benci asing, karena kita perlu cinta kemandirian, mengingat di Indonesia masih banyak orang miskin. Jadi intinya, bagaimana kita bisa membuat (buku) ini jadi reformasi dan revolusi baru yang bisa mengubah mindset masyarakat," demikian Hasto Wardoyo.(Ati)